View Full Version
Rabu, 11 Feb 2015

Dunia Islam : Terpecah Antara Ancaman Syi'ah dan Perang Melawan ISIS

JAKARTA (voa-islam.com) - Bagaimana golongan Syi’ah membuat negara-negara yang mayoritas penduduknya golongan Sunni seperti kartu ‘domino’, satu-satu jatuh ke tangan mereka.

Golongan Syi’ah berhasil memperluas pengaruhnya dengan spektrum politik yang sangat luas. Mereka terus melakukan ekspansi pengaruh kekuasaannya ke seluruh dunia.

Lebanon, negara yang mayoritas penduduknya 70 persen Muslim  Sunni,  sekarang secara politik berada di tangan golongan Syi’ah. Tahun l982, Syi’ah di Lebanon masih tergolong minoritas. Sekarang Lebanon sudah berada di dalam genggaman kekuasaan golongan Syi’ah.

Syi’ah dengan kekuatan milisi Hesbollah sekarang menjadikan Lebanon sebagai ‘stronghold’ (basis utama), dan bahkan menjadi ‘backbone’ (tulangpunggung) bagi Bashar al-Assad. Tanpa dukungan Hesbollah, pemerintahan Bashar sudah jatuh, dan tidak dapat bertahan lama.

Hanya dalam waktu dua dekade golongan Syi’ah sudah berhasil menguasai Lebanon. Golongan Syi’ah di Lebanon dengan kekuatan milisi Hesbollah, sekarang tak ada kekuatan politik yang bisa menggoyahkan kekuasaannya atas Lebanon.

Angkatan bersenjata Lebanon pun, tidak dapat berbuat banyak menghadapi milisi Hesbollah.  Sehingga, supremasi kekuasaan berada di tangan golongan Syi’ah, dan benar-benar terjaga.

Di Suriah golongan Syi’ah hanya 17 persen dari populasi seluruh penduduk Suriah. Tapi golongan Syi’ah berhasil melakukan penetrasi pusat kekuasaan seperti militer, intelijen, dan kementerian dalam negeri. Ini menjadi pilar kekuasaan Bashar al-Assad, yang menjadi simbol dari golongan Syi’ah di Suriah.

Di Irak golongan Syi’ah mendapatkan berkah dengan  invasi  Amerika ke Irak, dan menggulingkan Saddam Husien. Ini otomatis kekuasasan berikutnya jatuh ke tangan golongan Syi’ah.

Amerika Serikat hanya menjadi perantara munculnya rezim baru Syi’ah. Sekarang terjadi kolaboraasi antara golongan Syi’ah di Irak dengan Amerika Serikat.

Di Bahrain, Kuwait, dan Yaman golongan Syi’ah secara perlahan-lahan berhasil menguasai kekuasaan. Dengan melakukan penetrasi kepada kekuasaan. Syi’ah selalu menggunakan taktik doktrin  ‘taqiyah’ (berpura-pura), sampai berhasil membangun kekuasaan, dan kemudian mendepak lawan-lawan politik. Persis seperti yang terjadi di Yaman.

Semua kebangkitan golongan Syi’ah  ini, karena adanya faktor dukungan negara.

Semua perubahan politik yang diancang oleh golongan  Syi’ah di setiap negeri Muslim, tidak terlepas dari dukungan negara induk Syi’ah, yaitu Iran.

Iran lah menjadi faktor kunci keberhasilan dan kemenangan  setiap golongan Syi’ah di setiap negeri Muslim.

Di Yaman, golongan Syi’ah Houthi yang  sudah berhasil melakukan kudeta terhadap pemerintah Yaman, tidak terlepas dari negara induk Syi’ah, yaitu Iran. Iran membantu dana dan senjata kepada milisi Syi’ah Houthi.

Dengan dukungan dana dan senjata itu, sekarang golongan  Syi’ah menguasai Yaman, yang lebih dari 80 persen penduduknya menganut Sunni.

Bandingkan golongan  Syi’ah dengan ISIS. Sekarang ini ISIS menjadi musuh bersama (common enemy). Bukan  hanya negara-negara Barat yang sekuler yang memerangi ISIS. Tapi negara-negara yang menganut Sunni mendukung Barat memerangi ISIS.

Di Bagdad menumpuk ahli-ahli strategi perang, penentu  kebijkan perang, pakar intelijen dari berbagai negara, dan segala jenis senjata sudah dipersiapkan  guna mendukung perang darat (ground battle), yang akan segera dilancarkan oleh Bagdad ke Mosul, wilayah Irak yang sekarang dikuasai oleh ISIS.

Para ahli strategi perang, penentu kebijakan perang, pakar intelijen dari  berbagai negara, berbulan-bulan telah berdiskusi, berunding, yang  bertujuan ingin mengakhiri ISIS. Intinya ISIS tidak mungkin dapat dikalahkan dengan serangn udara. Harus digelar serangan darat.

Menteri Pertahanan Amerika Chuck Hagel, sudah memberikan laporan  kepada komite Senat Amerika, dan  memang harus digelar perang darat.

ISIS lebih menakutkan bagi kehidupan global. Bukan hanya para penguasa, dan pusat-pusat kekuasaan global. Bukan hanya Washington, Paris, Berlin, London, dan Moskow takut terhadap ancaman ISIS, tapi juga Cairo, Dubai, Riyadh, dan sejumlah negara lainnya.

ISIS yang mendapatkan dukungan secara luas, sesudah mendeklarasikan Daulah Islamiyah dan Khilafah oleh Abu Bakar al-Bagdadi.

Kemudian ISIS menjadi  ancaman yang sangat menakutkan atas tindakannya dalam perang, terutama melakukan pemenggalan terhadap para sandera Barat. Terakhir, puncaknya membakar hidup-hidup pilot Yordania, Mouath al-Kasasbeh.

Sikap ISIS yang ‘ghulu’ (berlebihan) dalam perang itu, kemudian mereduksi simpati dan dukungan Muslim dari berbagai negara, termasuk negara-negara yang mula-mula netral, sekarang  berubah, dan ikut dalam perangkap Barat, memusuhi  ISIS.

Konflik dengan berbagai kelompok jihadis lainnya, di Suriah dalam skala besar, melemahkan potensi gerakan jihad yang ingin mengakhiri rezim Syi’ah Bashar al-Assad.

Sejak  beberapa bulan terakhir ini, kemampuan militer ISIS, tidak begitu signifikan dalam memperebutkan wilayah di Irak dan Suriah.  Rencana memperebutkan kota Bagdad, dialihkan ke Kobane. 

Kobane pun jatuh ke tangan milisi Kurdi, Peshmerga. Kobane gagal dikuasai ISIS, dan sekarang jatuh. Ini menjadi simbol, kemunduran militer ISIS.

Pemerintah Yordan mengklaim wilayah ISIS berkurang 20 persen. Ini menandakan memang ISIS menghadapi kesulitan. Serangan udara oleh gabungan koalisi Barat  dan Arab, menghancurkan basis posisi yang dikusai oleh ISIS.

Termasuk kota-kota yang sudah dikuasi ISIS di Suriah, perlahan-lahan jatuh  ke tangan pasukan Suriah, seperti  sebagian Allepo.

Sekarang Perdana Menteri Irak Haidar al-Abadi sudah keliling ke berbagai meminta dukungan melakukan perang darat. Ini akan menentukan nasib ISIS.

Bagaimana  ISIS akan dapat mempertahankan Mosul dari serangan darat pasukan  gabungan koalisi, yang terdiri  pasukan Irak, milisi Syi’ah dari berbagai negara, Garda Revolusi Iran, pasukan Amerika dan Barat, yang ingin mengakhiri ‘pendudukan’ ISIS di Mosul.

Jika Mosul jatuh ke tangan pemerintah Irak, berarti sudah tamat ISIS, dan ini akan semakin dalam pengaruh Syi'ah terhadap negeri-negeri Muslim Sunni. Syi’ah akan  menjadi supremasi kekuatan global dan bertemu dengan kepentingan Barat.

Langkah strategis Syi'ah Iran yang melakukan kompromi dalam negosiasi tentang nuklir Iran dengan fihak Barat ini sudah menjadi sinyal  penting, terjadi kolaborasi  antara Barat dan golongan Syi’ah. Sikap moderat Iran ini, hanyalah bagian dari strategi memperluas pengaruh kekuasaan Syi'ah ke seluruh dunia.

Basgaimana negeri-negeri Sunni  menghadapi  skenario yang sangat buruk ini? Ini hanya faktor akibat, karena selama ini negeri-negeri Sunni, sudah masuk jebakan politik dan ideologi kafir musyrik (Yahudi dan Nasrani), yang menggunakan tangan Amerika dan Eropa.

Kekuatan militer negeri-negeri Sunni hanya menjadi bagian kepentingan global Barat, dan digunakan menghancurkan Muslim Sunni yang sudah diberi lebel 'teroris.

Bandingkan dengan golongan Syii’ah kekuasaan dan kekuatan militer, termasuk kelompok-kelompok milisi di setiap negara diabdikan bagi ideologi Syi’ah.  Dalam dekade mendatang, pasti  kita akan melihat jatuhnya kekuasaan negeri-negeri Muslim ke tangan golongan  Syi’ah.

Golongan Syi’ah, ketika masih minoritas mereka menggunakan doktrin ‘taqiyah’, dan menyusup ke pusat-pusat kekuasaan.

Sebaliknya, golongan Syi’ah bila sudah mapan dan memiliki dukungan militer (milisi), pasti akan menggunakan kekuatannya menggulingkan kekuasaan golongan Sunni, seperti di Lebanon, Yaman, dan  sejumlah negara lainnya.

Golongan Syi’ah sekarang  ikut berkampanye melawan golongan Sunni dengan menunggangi isu ‘terorisme’, yang sekarang gaungnya secara global, dan membuat para penguasa Sunni, menggigil ketakutan.

Semua itu hanyalah manipulasi yang sedang dibangun, tujuannya menghancurkan kekuatan golongan Sunni yang bangkit melawan penjajahan  Barat. Ini akan berdampak jangka panjang bagi kehidupan Muslim Sunni di seluruh dunia. Wallahu’alam.

[email protected] 


latestnews

View Full Version