View Full Version
Jum'at, 22 May 2015

Memahami Perlilaku Amerika Serikat di Kawasan Timur Tengah

WASHINGTON (voa-islam.com) - Presiden AS Barack Obama menggambarkan jatuhhya wilayah Irak yang sangat strategis  ke tangan Daulah Islam (IS) sebagai kemunduran taktis, dan dia bertekad akan terus berperang melawan kelompok jihad itu.

"Saya tidak berpikir kita kehilangan," kata Obama dalam sebuah wawancara dengan majalah berita  Atlantic, sehari setelah kota Ramadi (Irak) jatuh ke tangan Daulah Islam (IS), Kamis, 21/5/2015.

"Tidak diragukan lagi ada kemunduran taktis. Meskipun sebelumnya Ramadi sudah rentan dalam waktu yang sangat lama," katanya.

Sejak bulan Agustus 2014, atas perintah Obama, koalisi pimpinan AS telah melakukan lebih dari 6.000 serangan udara dengan sasaran  Irak dan Suriah, dan  bertujuan meminimalkan kekuatan Daulah Islam (IS), dan mengakhiri kembalinya pasukan tempur ke Irak, usai perang brutal selama invasi militer Amerika untuk menggulingkan Saddam Hussein.

Kekalahan pasukan pemerintah Irak  dalam mempertahankan kota Ramadi hanyalah menggambarkan kegagalan strategi militer Amerika dan Irak. Kemampuan strartegi militer Amerika dan dukungan senjata mutakhir dengan dibantu operasi  intelijen masih belum mampu menghentikan gerak maju dari Daulah Islam Irak (IS).

Namun, Obama tetap membela diri dengan jatuh kota Ramadi, dan kemampuan Daulah Islam (IS) terus melakukan gerak maju dalam perang memperebutkan wilayah-wilayah di Irak. Betapa moralitas pasukan Irak yang baru dibangun oleh Amerika Serikat itu, sangat rapuh menghadapi serangan dan gempuran Daulah Islam (IS) di Irak.

"Tapi itu indikasi bahwa pelatihan pasukan keamanan Irak yang menjadi, benteng, sistem perintah-dan-kontrol tidak berlangsung  cukup cepat di Anbar, di bagian wilyah Sunni negara", tegasnya. Ramadi adalah jantung kelompok Sunni Irak, dan wilayah sangat dekat dengan ibukota Baghdad.

Bahkan dengan serangan kekuatan udara AS yang berkelanjutan, banyak pengamat yang skeptis tentara Irak dapat memenangkan perang melawan
Daulah Islam  (IS) yang sangat terlatih dan moralitas yang sangat tinggi.

Sekarang ini,  sesudah nampak  ketidak mampuan pasukan  Irak  yang baru dibentuk itu,  Washington dan Baghdad mulai menggunakan paramiliter dari milisi Syi'ah 'Sya'ab' yang langsung mendapatkan bantuan dari Iran. Milisi Syi'ah Sya'ab menjadi tulang punggung pemerintah Syiah Irak yang dipimpin al-Haidar Abadi menghadapi Daulah Islam (IS).

Amerika mendorong agar Perdana Menteri Haidar al-Abadi mendekati para pemimpin suku Sunni, tapi dia enggan untuk melakukan pendekatan kepada kelompok Sunni. Memang, sejak awal kekuatan baru Syi'ah di Irak yang dipimpin al-Malik dan al-Abadi sudah menunjukkan sikapnya yang sektarian, dan mendepak kelangan tokoh Sunni.

Sekarang kelompok suku-suku Sunni di Irak lebih memilih bergabung dengan Daulah Islam (IS), dibandingkan harus mendukung pemerintahan Syi'ah Irak, Rezim Syi'ah di Bagdad yang didukung  Iran dan milisi Syi'ah  sudah menghancurkan mereka. Di mana pemerintahan Syi'ah Irak telah berkomplot dengan Amerika dan Iran, menghancurkan Sunni  di Irak.

Amerika Serikat menghancurkan secara total golongan  Sunni di Irak, dan mendudukan rezim Syi'ah di Irak yang dipimpin oleh Nuri al-Maliki dan digantikan al-Abadi. Jatuhnya Saddam Husien hanyalah skenario menghancurkan Sunni Irak, yang menjadi ancaman Zionis-Israel.

Sekarang  Amerika Serikat berkomplot dengan Iran, dan mendukung pembangunan nukllir Iran, yang menjadi ancaman negara-negara Arab Teluk. Iran dan Syi'ah ingin menguasai dan mendominasi seluruh kawasan Timur Tengah, dan melakukan Syi'ahisasi. Ini terjadi di Lebanon, Irak, Bahrain, dan sekarang di Yaman dengan menggunakan senjata.

Sesudah Arab Saudi menyerang Syi'ah Houthi Yaman, sekarang Amerika menggiring negara Arab Teluk ke Camp David, agar mereka tidak meninggalkan Amerika. Negara-negara Arab Telauk, terutama Arab Saudi sesudah Amerika melangsungkan persetujuan perjanjian nuklir dengan Iran, Raja Salman menjadi sangat jelas, bahwa posisi Amerika mendukung Iran, dan menjadi ancaman kawasan Teluk  

Taktik Amerika Serikat itu, hanya sebuah tipuan yang tujuannya ingin tetap melemahkan negara-negara Arab dan agar tetap bergantung kepada Amerika yang menjadi kaki tangan Zionis. Raja Salman telah mengambil langkah baru dengan melangsungkan perang melawan Syi'ah, dan tidak menghentikan perang di Yaman, sampai  milisi Syi'ah menyerah.

Menghadapi kebijakan Washington itu, Raja Salman  mencoba membangun kekuatan militernya, dan ingin membangun kekuatan nuklir, dan telah menjajagi kemungkinan kerjasama dengan Pakistan. Arab Saudi tidak mau menggantungkan kepada Amerika Semata. Ini sebuah fakta baru politik di Timur Tengah. Wallahu'alam.


latestnews

View Full Version