MOSKOW (voa-islam.com) – Dukungan AS terhadap program nuklir Iran, membuat Arab Saudi merasa tidak nyaman, dan terancam. Arab Saudi juga merasa ditelikung oleh AS adanya perjanjian nuklir dengan Iran. Raja Salman menolak bertemu dalam KTT di Camp David.
Sekarang Raja Arab Saudi Salman mengirim Menteri Pertahanan dan Putera Mahkkota Pangeran Mohamad bin Salman melakukan kunjungan ke Moskow bertemu dengan Presiden Vladimir Putin.
Dalam pertemuan itu, antara Pangeran Mohamad dan Putih menandatangani perjanjian dengan termasuk penggunaan teknologi nuklir, ungkap al-Arabiya News Channel, Kamis, 18/6/2015.
Kemarahan Raja Salman atas dukungan AS kepada Iran itu, membuat Raja Salman bin Abdul Aziz memerintahkan Wakil Putra Mahkota Mohammad bin Salman bin Abdulaziz bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Istana Konstantin St. Petersburg, tidak lama sesudah tiba di Moskow dalam kunjungan resmi, ungkap Saudi Press Agency (SPA), Rabu.
Sementara itu, dikabarkan bahwa menteri minyak Rusia dan Arab Saudi berencana membahas perjanjian kerjasama yang luas di sebuah forum ekonomi di St Petersburg, Kamis.
Arab Saudi adalah produsen minyak terbesar dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC), dan pengekspor minyak utama dunia, sementara Rusia, yang bukan merupakan anggota OPEC, adalah pemasok minyak terbesar kedua ke pasar global.
Salah satu sumber mengatakan kesepakatan yang akan dibahas antara Menteri Energi Rusia Alexander Novak dan Menteri Perminyakan Saudi Ali al-Naimi tidak akan mengenai produksi minyak bersama atau strategi ekspor.
Rusia meningkatkan kontak dengan OPEC setelah harga minyak anjlok tahun lalu, tetapi menyepakati mengurangi produksi untuk menopang harga minyak. OPEC telah menolak mengurangi produknya dalam rangka mempertahankan pangsa pasar.
Seorang juru bicara Departemen Energi Rusia menegaskan pertemuan itu, tetapi menolak untuk mengomentari agenda.
Sebelum berlarngsung pertemuan, Duta Besar Saudi untuk Rusia Abdulrahman Al-Rassi mengatakan Moskow memiliki peran "penting" dalam melaksanakan resolusi Dewan Keamanan PBB terkait konflik Yaman, ungkap SPA Kamis.
Rassi mengatakan ada kesepakatan antara Arab Saudi dan Rusia mempertahankan legitimasi pemerintah Presiden Yaman Abd Rabbu Mansour Hadi, dan bahwa Moskow kunci dalam melaksanakan Resolusi No. 2216, yang menuntut bahwa milisi Houthi yang didukung Iran menarik diri dari semua wilayah yang dikuasainya selama konflik terbaru, dan menyerahkan senjata yang dikuasai dari fihak militer dan keamanan.
Dia mengatakan peran Rusia juga "penting" ketika harus menghasapi negara-negara di kawasan Teluk, seperti Iran, dan menekankan Rusia adalah kekuatan penting di Dewan Keamanan PBB untuk "menjaga stabilitas dan keamanan di dunia."
Dia menambahkan: "Saya pikir Rusia merasa bertanggung jawab atas situasi regioanl, dan kami berharap para pejabat Rusia pada masalah Iran atau lainnya. Saya tidak berpikirpasti Rusia tidak membiarkan ketidakstabilan di wilayah ini", tambahnya.
Sementara itu, seorang pendukung pemerintah Yaman di pengasingan, saat dalam acara konferensi pers oleh pejabat Houthi di Jenewa pada Kamis, seorang wanita melemparkan sepatu dan menghina mereka sebagai "penjahat" dan "anjing" yang "membunuh anak-anak" di Yaman, cetus wanita itu.
Kepala Delegasi Houthi ,Hamza Al-Houthi, pembicaraan damai yang disponsori PBB di Jenewa, tetap tinggal terdiri sepanjang jarak dekat dari beberapa menit yang dimulai ketika seorang wanita jilbab pergi ke podium dan melemparkan sepatu ke arahnya, ini penghinaan dalam dunia Arab.
"Mereka membunuh anak-anak Yaman selatan," pendukung pro-pemerintah berteriak sebelum berkelahi pecah antara Houthi dan pendukung pemerintah. Yang terakhir kemudian dikawal keluar.
Ketegangan di Timur Tengah dan negara-negara Teluk, semakin meningkat akibat dari langkah-langkah Iran yang sangat ambisius mengembangkan kekuatan militernya, termasuk membangun kekuatan nuklir, yang mendapatkan dukungan AS dan Barat, dan ini membuat Arab Saudi menjadi merasa terancam, dan membangun kekuatan militernya.
Agresi militer Iran melalui tangan Houthi di Yaman, membuat kemarahan Arab Saudi, dan negara kaya minyak itu, langsung melakukan serangan militer terhadap Houthi yang sudah mencaplok Sanaa dan Aden. Langkah Arab Saudi itu, mendapatkan dukungan semua negara Arab Teluk. Sekarang Arab Saudi vis-vis Iran, sebuah kondisi yang tak terelakan. Wallahu'alam.