TOLIKARA (voa-islam.com) - Mirip kasus di Ambon tahun l999. Saat Idul Fitri berlangsung huru-hara terhadap Muslim di Ambon. Muslim Ambon yang sedang menikmati dengan bahagia Idul Fitri diserang oleh kaum Kristen. Tanpa sebab.
Mereka membakar rumah, masjid, mushola dan sarana hidup lainnya yang menjadi milik Muslim. Kisah di Ambon ini berulang di Tolikara. Persis saat Muslim Tolikara sedang menikmati Idul Fitri dan mengagungkan Rabbnya, diserang oleh kaum Nasrani alias Kristen.
Tolikara berada di puncak gunung dengan ketinggian 2.500 meter, nyaris terisolir dengna dunia luar. Satu-satunya jalan yang dapat ditempuh dengan jalan darat melalui Wamena. Dengan jalan yang berliku dan bebatuan yang rusak. Kondisinya sangat berada diantara pegunungan Jayawijaya. Sungguh sangat indah melihat jajaran gunung-gunung yang melintang diantara wilayah pegunungan Jayawijaya.
Meskipun, sangat terisolir dengnn dunia luar, tapi jangan salah mengartikan. Justru pemuda-pemuda Tolikara yang sudah bergabung dengan GIDI (Gereja Injili di Indonesia), mereka dapat bepergian ke manca negara. Mereka difasilitasi dan di dukung oleh GIDI. Mereka bisa pergi ke Australia, Papua New Geuini, Pulau Solomon, termasuk pergi ke Israel. Justru kunjungna ke Israel yang paling sering dilakukan oleh para pemuda GIDI.
Perjanjian denga Israel tertulis dengan resmi, dan terpampang di situs dengan jelas di lembaga GIDI. “Yesus dan Israel tak bisa dilepaskan. Mereka bangsa pilihan Allah”, tukas mantan Ketua Umum GIDI Wekis Wonda kepada wartawan di Jayapura. Jadi sejatinya GIDI itu, tak ubahnya seperti Israel di tanah Palestina. Sekarang mereka membangun komunitas 'Israel'. Tak heran kalau di sudut-sudut kota Tolikara bendera Israel bertebaran. Karena GIDI memiliki relasi yang sangat kuat dengan Israel.
Perjanjian antara GIDI dengan Israel melalui Kehilat Ha'seh Al Har Zion atau Kongregasi Zion, Israel, di tandatangani di Jereusalem, 20 Nopember 2006. Kerjsama antara GIDI dengan Israel ini, dikawatirkann akan berdampak bagi masa depan Papua. Potensi GIDI yang mengakibatkan Papua seperti Sudan Selatan, yang pisah dengan Sudan bakal terjadi. Di mana bibit-bibit potensi Papua akan pisah denghan NKRI itu cukup besar.
Apalagi, pemerintah Indonesia tidak memiliki kontrol terhadap GIDI. Kerjasama antara GIDI dengan fihak Israel, pemerintah juga tidak dapat melakukan campur tangan. Sehingga, kerjasama antara GIDI dengan fihak Israel, bukan hanya dibidang keagamaan, tapi juga bisa berkembang menjadi gerakan politik. Terbukti sejumlah tokoh dan aktifis GIDI menjadi anggota dan aktifis OPM (Organisasi Papua Merdeka).
Saat bersamaan dengan Idul Fitri berlangsung pertemuan internasional, Kebangunan Rohani Internasional, di mana hadir wakil dari Yahudi Ortodok Benyamin Berger. Benyamin tokoh Yahudi Oetodoks, yang merupakan agama Yudaisme yang beraliran radikal. Selain itu, GIDI menjadi bagian dari World Team, lembagta yang berbasis di Amerika Serikakt, yang memiliki visi membanagun komunitas gereja yang berada di daerah tertinggal. Mereka sukses mengantarkan Sudan Selaran pisah dengan Sudan.
Tokoh GIDI sekarang sudah berada di posisi yang sangat straegis, seperti Gubernur Papua, Lukas Enembe, Ketua Majelis Rakyat Papua Thomas Albano Balda, dan mantan Presiden GIDI, yang sekarang menjadi Komaris Utama Bank Papua, Lipiyus Binilub. Menurut Ketua Persekutuan Gereja Indonesia Jerry Sumampour, mengatakan, “Mudah sekali bagi mereka memunculkan peraturan daerah yang merugikan fihak lain”. Lantas dengan posisi-posisi strategis yang mereka miliki, mereka bisa juga melupakan Indonesia.
Toh Jokowi tidak menganggap mereka sebagai ancaman, dan berpotensi des-integrasi dan lepas dari NKRI. Sesudah huru-hara terjadi di Tolikara, Presiden Jokowi mengundang mereka ke Istana, dan berdialog. Jokowi juga membebaskan tokoh-tokoh OPM yang dipenjara.Ini dilakukan sebagai langkah rekonsiliasi. Tapi, mereka terus berjuang di New York, London, dan Australia. Indonesia membiarkannya. Wallahu'alam