View Full Version
Selasa, 01 Sep 2015

MetroTV Sudah Mulai Malu Memberitakan Jokowi?

JAKARTA (voa-islam.com) - Di tengah krisis ekonomi yang sangat mencekik rakyat Indonesia dan mulai limbungnya pemerintahan Jokowi, beberapa hari ini MetroTV tak henti memberitakan demonstrasi di Kuala Lumpur menuntut Perdana Menteri Najib Razak turun.

Liputan media milik si 'Brewok' petinggi NASDEM itu terkesan sangat berlebihan dan tidak proporsianal. MetroTV membuat liputan terhadap gerakan 'BERSIH 4' menjadi luar biasa. 

Apakah ini merupakan bentuk perhatian MetroTV atas krisis politik di Malaysia? Atau sebaliknya, MetroTV hanya ingin mengalihkan kondisi dalam negeri Indonesia karena pemerintahan Jokowi mulai limbung dan kehilangan legitimasi?

Ya...MetroTV mulai malu memberitakan Jokowi dan pemerintahannya. Apalagi sesudah Menko Polhukam Tedjo Edy (orang NASDEM), ditendang oleh Jokowi dan digantikan oleh Luhut Binsar Panjaitan.

MetroTV sudah kehilangan akal bagaimana mengangkat dan mengemas kembali pemerintahan Jokowi yang baru 10 bulan tapi sudah menghasilkan dan memproduk berbagai masalah yang membuat malapetaka bagi rakyat Indonesia.

Di mana-mana rakyat menghadapi kondisi yang sangat menyedihkan akibat kebijakan Jokowi. Diantaranya adalah menaikkan BBM begitu dia berkuasa sehingga membuat rakyat sekarat.

Sekarang, di tengah krisis ekonomi dan semakin loyonya rupiah atas dolar, MetroTV menggunakan segmen acara 'Economic Challenges' yang dipandu mantan Pemred Harian Kompas Satryotomo (Tomi) untuk tetap membela dan membuat opini mendukung Jokowi.

Melalui Gubernur BI Agus Martowardoyo dan Menkeu Sumantri Bambang Brojonegoro disuarakan bahwa ekonomi Indonesia masih 'OK' sehingga akan mampu menghadapi badai krisis yang sekarang mendera Indonesia.

Acara 'Mata Najwa' yang matanya selalu 'mendelik' melihat lawan bicaranya yang di 'interogasi', sudah tidak lagi menarik, karena sudah kehilangan daya kritisnya. Acara ini sejatinya sekadar membuat opini yang memang sudah disetting untuk tujuan tertentu.

Betapa MetroTV sekarang menjadi 'bingung', bagaimana mengelola informasi yang akan disuguhkan kepada publik dengan nuansa 'rasa membela rakyat', tapi sejatinya membela rezim yang berkuasa.

Mengapa MetroTV tidak mengangkat 'penenggelaman' penduduk di Waduk Jatigede? Mengapa Jokowi tidak berani meresmikan serta berpihak kepada rakyat yang bertambah miskin di sekitar waduk?

Sebaliknya, Jokowi hanya datang ke Sidoarjo Lapindo dengan tujuan 'pencitraan', bukan benar-benar cinta kepada rakyat sebagai korban yang hartanya tenggelam akibat amukan Lapindo.

Mengapa MetroTV tidak berani mengangkat kasus PHK massal sekarang ini? Bagaimana dengan puluhan ribu buruh kehilangan pekerjaan dan ribuan pabrik gulung tikar? Begitu juga dengan kasus penggusuran Kampung Pulo, malah berpihak kepada Ahok.

Sungguh, Metro  milik si 'Brewok' dan petinggi NASDEM, yang ketika awal mendirikan partai itu, berkoar-koar ingin menciptakan pembaharuan, perubahan dan berpihak kepada rakyat. Justru sekarang ini, ia terjebak sekadar nempel kepada kekuasaan Jokowi dan menikmati kekuasaannya. 

Sekalipun Najib Razak di Malaysia diduga makan duit, bandingkan dengan para pejabat di Indonesia. Berapa uang negara yang dikorup Najib dan berapa yang dikorup oleh pejabat Indonesia?

Di Malaysia ada korupsi (rusuwah), tapi tidak seperti di Indonesia. Di Indonesia yang korupsi bisa dibilang dari ujung rambut sampai ujung jempol kaki.

Pajabat yang sudah ramai diberitakan diduga memiliki rekening 'gendut' tetap diangkat menjadi pejabat. Pejabat Malaysia hanya makan gaji atau bisnis. Di Indonesia? Semuanya 'raja tega'. Tega makan duit rakyat dan tidak lagi memilliki rasa malu. Malu mereka sudah pupus.

Di Malaysia tidak ada pengemis dan gelandangan. Tidak ada pengamen gelantungan di bus, angkot, dan di jalan.

Di negeri Jiran itu, tidak ada rakyatnya yang tinggal di pinggir rel kereta, bantaran kali, kolong jembatan, emper-emper toko, di bawah fly over. Di Malaysia tidak ada penggusuran terhadap rakyatnya dengan kejam.

Di Malaysia 'income' per kapita penduduknya sudah di atas $ 10 ribu dolar per kepala. Di Indonesia baru $ 1.000 dolar paling tinggi. Itu pun  tidak merata. Masih banyak yang penghasilan seharinya cuma $ 2 dolar.

Angka kemiskinan yang absolut di Indonesia masih lebih dari 40 juta! Di Malaysia tidak ada rakyatnya yang busung lapar, tidak ada yang  makan nasi aking (nasi basi) atau raskin (beras miskin). Di Jakarta dan kota besar lainnya, masih banyak rakyat yang mengais-ngais sisa makanan di tong sampah!

Indonesia 70 tahun merdeka rakyatnya bertambah melarat, semuanya diimpor, dan pemerintah tidak mampu mencukupi kebutuhan pokok rakyatnya. Paling-paling yang kaya para 'taoke' Cina yang menjadi 'gundiknya' para pejabat.

Di Malaysia sudah lebih 2 persen rakyatnya yang bergelar 'doktor dan Phd'. Negara memberikan beasiswa kepada orang-orang Melayu belajar di Eropa, Amerika, dan Jepang, serta di Mesir. Mereka yang bergelar doktor dan Phd pun sudah berjibun.

Padahal, tahun l970, Malaysia masih 'bodoh', 'melarat', dan mendatangkan guru dari Indonesia. Tapi, sekarang Malaysia sudah meninggalkan Indonesia jauh. Malaysia di bidang infrastruktur sudah beres.

Bandara, pelabuhan, jalan, dan kantor-kantor pemerintahan, dan perumahan. Malaysia sudah membuat jalan tol dari mulai ujung Johor yang dekat dengan Singapura sampai ke Kelantan yang berbatasan dengan Thailand. Indonesia baru cita-cita. Malaysia sudah bikin mobil sendiri, Proton Saga.

Malaysia penduduk Melayu hanya 55 persen dari seluruh penduduk Malaysia yang berjumlah 30 juta jiwa. Tapi, orang-orang Melayu terhormat, berkuasa dan bisa menguasai negara dan mengelola negara dengan baik.

Sebaliknya, sekarang rakyat Indonesia berbondong-bondong ke Malaysia mencari 'ringgit', agar bisa hidup. Karena di Indonesia susah mencari kerja.

Perubahan di Malaysia sejak zaman Mahathir yang terkenal dengan pembangunan 'luar bandar' pembangunan mulai dari pedesaan. Sekarang seluruh penduduk Malayasia sudah menikmati 'sandang, pangan dan papan. Indonesia?

MetroTV tidak perlu berlebihan dengan krisis politik di Malaysia. Justru MetroTV harus lebih melihat krisis dalam negeri Indonesia. Tidak menjadi media partisan. Tapi mendia yang berpihak kepada rakyat.

MetroTV harus berani mengangkat secara jujur siapapun yang tidak bertanggung jawab di Indonesia sekarang ini? Minta pertanggungjawabn kepada mereka.

Jangan malah menutupi dan melakukan manipulasi berita dengan membiarkan kebobrokan berlangsung, hanya karena mereka itu 'temennya'.

MetroTV harusnya memberikan 'kafarat' (bayar denda) kepada rakyat atas usahanya yang habis-habisan mempromosikan Jokowi. Kemudian si 'kerempeng' itu terpilih menjadi presiden. Di mana rakyat tertipu oleh opini dan pemberitaan MetroTV. Sekarang semua rakyat menderita karena dipimpin Jokowi.

10 bulan pemerintahan Jokowi mengakibatkan rakyat sekarat. Kemiskinan rakyat terus bertambah, pengangguran bukan berkurang, berjibun. Sementara itu, buruh dari Cina berbondong masuk Indonesia. Di mana 'MentroTV' berpihak? Wallahu'alam. dta

Editor: RF

 


latestnews

View Full Version