JAKARTA (voa-islam.com) - Di tengah krisis ekonomi Indonesia yang menghebat, justru terjadi 'power struggle' (perebutan) kekuasaan diantara para pemangku kekuasaan. Siapa yang akan menjadi 'the winner' dalam 'power struggle' itu? Mega, Jokowi, JK, Lulhut, atau Surya Paloh?
Mereka sekalipun di luar nampak satu 'kongsi', tapi mereka 'berperang' dalam memperebutkan pusat kekuasaan. Ini bisa dilihat dalam hari-hari mendatang di mana mereka terus 'bertempur' mendapatkan kakuasaan.
Sementara itu, Jokowi sepertinya hanyalah 'lonely', dan harus berhadapan dengan kepentingan-kepentingan diantara para 'taoke' partai, termasuk mereka yang oportunis dan pragmatis itu, dan hanya ingin membangun kepentingan diri mereka sendiri, memperbesar asset, dan kemampuan ekonomi mereka.
Dibagian lain, PDIP mendukung manuver yang dilakukan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli. Dukungan itu diberikan ketika Rizal menemui Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri kemarin.
Rizal Ramli yang menemui Megawati, sebelumnya, Rizal melontarkan pernyataan kontroversial seputar proyek listrik 35 ribu megawatt. Menurut Rizal, jumlah pembangkit listrik yang realistis dibangun hingga lima tahun mendatang cukup sebesar 16 ribu megawatt.
"Dukungan berbasis Trisakti, iya. Tapi politik bukan transaksional gitu," kata seorang politikus PDIP saat dihubungi, Kamis, 10 September 2015, mengenai isi pertemuan Megawati dengan Rizal. "Ketua umum enggak fokus ke kasus per kasus."
Menurut kader partai banteng tersebut, PDIP mendukung Rizal lantaran tak sungkan mengkritik kebijakan pemerintah yang menurut partai tak sesuai dengan Nawacita dan Trisakti. "Bu Mega dan semua pendukung tentu setuju Nawacita dan Trisakti terwujud," ujar dia.
PDIP, masih menurut kader tersebut, tidak mempersoalkan manuver Rizal yang terkadang menyebabkan kericuhan di internal kabinet. "Akan lebih baik jika kabinet solid. Tapi jika perlu romantis, dinamis, dan dialektik juga tidak apa-apa asalkan kabinet ke arah Trisakti," katanya.
Politikus tersebut mengatakan PDIP berkepentingan untuk memastikan pemerintah mendukung penuh pelaksanaan Nawacita dan Trisakti melalui program-program kebijakannya. Sebab, kata dia, PDIP bakal kesulitan dalam pemilihan umum selanjutnya bila gagal mewujudkan kedua hal tersebut. "Kalau orang Jawa bacaannya 'mengingatkan RR (Rizal Ramli--red)' akan tujuan yang lebih besar."
Ketua Tim Ahli Wakil Presiden Sofjan Wanandi menilai pernyataan Rizal Ramli membuat bingung para calon investor proyek listrik. Apalagi Rizal, kata Sofjan, mengklaim telah melaporkan usulannya kepada Presiden Jokowi. "Kalau dia lapor begitu, kenapa Menteri ESDM dan Dirut PLN bilang tetap 35 ribu megawatt. Mereka (investor) bertanya ke kami, pemerintah Indonesia ini mau apa sebenarnya? ujar dia.
Menurut Sofjan, pemerintah seharusnya satu suara dalam menentukan suatu kebijakan. Termasuk untuk proyek listrik yang, kata dia, memerlukan investasi senilai miliaran dolar. "Kita mesti one policy, one voice, one action," kata dia. "Ini investasinya bukan investasi kacang goreng. Kalau tidak ada kepastian, siapa yang mau investasi."
Jusuf Kalla, kata Sofjan, tidak mau lagi meladeni manuver Rizal. "Kalau (Rizal) merasa pinter sendiri, biarkan saja," ujarnya. "Tidak usah diributkan lagi. Kan presiden yang didengar, bukan menko-nya.""
Sikap senada juga dilontarkan Sekretaris Fraksi PDIP di DPR, Bambang Wuryanto. Menurut dia, PDIP tidak dalam posisi menanggapi pernyataan Rizal. PDIP menyerahkan sepenuhnya urusan proyek listrik kepada pemerintah, termasuk adanya perbedaan pendapat di kabinet. "Saya kira itu urusan internal pemerintah. Pak Rizal Ramli dan PLN kan bagian dari pemerintah," kata dia.
Selain itu, Rizal yang ingin memposisikan dirinya sebagai 'brainstrust' (ujung tombak) Mega dan PDIP, berhadapan dengan kepentingan Luhut dan JK, termasuk kasus Pelindo yang sempat menggeser Kabareskrim Budi Waseso itu, pasti akan berlanjut dan membuat pemerintahan Jokowi semakin kropos. Karena semakin transparan perebutan pusat kekuasaan.
Mega dan PDIP ingin semakin memperkuat posisinya di kabinet, dan menguasai Istana, sesudah Pramono dan Teten masuk Istana. Sekarang Mega ingin memasukan Rizal Ramli dalam barisan 'Soekarno', yang ingin lebih nampak seakan-akan pro-rakyat. Bertarung dengan kepentingan JK, Luhut dan Suryo Paloh. Siapa yang akan menjadi 'the winner' Mega, Jokowi, JK, Luhut atau Surya Paloh?
Kemarin saat Jokowi mengumumkan paket kebijakan 'September', JK tak nampak dan berada di Rumah Cipto, menjalani perawatan. Kebetulan atau memang sakit? Ini bagian dari sebuah pertarungan yang sengit di pusat kekuasaan. Jokowi menurut rencana Septemer akan pergi ke Washington, dan menemui Obama, yang mestinya bulan Oktober. Bagtaimana nasib Jokowi? Wallahu'alam. mi