View Full Version
Kamis, 29 Oct 2015

Kekuatan Utama Dunia, Mencari Solusi Politik di Suriah, Akibat Tak Mampu Mengalahkan Mujahidin

WINA (voa-islam.com) – Sekarang ada skenario baru yang bakal diancang tentang penyelesaian konflik di Suriah, dan masa depan rezim Bashar al-Assad. Sesudah perang yang sangat menghancurkan.

Hampir 500.000 rakyat Suriah tewas. Dua pertiga penduduk Suriah yang berjumlah 22 juta, sudah mengungsi. Kehancuran total seluruh kota-kota Suriah, akibat serangan militer Suriah, Amerika, dan Rusia, tetap tak dapat menghentikan perang, dan mengalahkan kelompok oposisi, terutama para pejuang Islam.

Semua kekuatan yang terlibat dalam perang, terutama Rusia, Iran, Amerika, dan Suriah. Tetap stagnan. Tidak berahasil menghancurkan secara total kekuatan Mujahidin, yang ingin mengganti Bashar al-Assad.

Dukungan militer Rusia, dan serangan udara Rusia yang begitu masif, dan sangat dahsyat. Tak dapat menghancurkan secara total kekuatan Mujahhidin. Iran sudah mengirimkan pasukan elite, Garda Republik dan Garda Revolusi, tak dapat langsung menguasai kota-kota yang sudah jatuh ke tangan Mujahidin, seperti Raqqa, Hama, Hom, Aleppo dan kota-kota lainnya.

Sekarang Rusia, Iran, Amerika, dan sejumlah negara mulai mencari solusi politik. Solusi politik menjadi skenario baru, sesudah Presiden Bashar al-Assad, bertemu Presiden Vladimir Putin, di Moskow. Kemudian, Putin menegaskan ingin membantu oposisi mencari solusi terhadap krisis Suriah, Rabu, 28/10/2015.

Suriah, Iran Amerika dan Rusia, dan Eropa melakukan pertemuan di Wina. Seperti dikemukakan oleh Menteri Luar Negeri Francis, Laurent Fabius, bahwa Prancis sudah menyetujui kepergian Bashar al-Assad. “Perancis menyetujui kepergian Bashar al-Assad, dan perlunya “jadwal yang tepat”, tegasnya. Pernyataan Laurent Fabius, bersamaan menjelang pertemuan internasional yang akan berlangsung di Wina.

"Kami bekerja merinci rencana transisi politik menjamin kepergian Bashar al-Assad dalam jadwal yang tepat," kata Fabius. Pernyataan Fabius itu merujuk pertemuan di Paris yang dihadiri para pejabat Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Italia, Arab Saudi, Turki, Yordania, Qatar dan Uni Emirat Arab, Selasa, 27/10/2015.

Pertemuan yang berlangsung di Paris itu, tidak dihadiri oleh utusan rezim Bashar al-Assad, Iran, Rusia. Meskipun, Rusia dan Iran, keduanya akan mengambil bagian dalam pembicaraan mencari solusi atas krisis besar di Suriah yang berlangsung di Wina, pada Kamis dan Jumat.

Fabius mengatakan kelompok negara-negara oposisi yang menentang Bashar al-Assad, juga membahas "perlunya melanjutkan upayanya melawan kelompok Daulah Islam (IS) di Suriah, dan mereka mendukung oposisi moderat, yang perannya dalam negosiasi di masa depan ditekankan”.

Inilah nanti yang bakal menjadi inti pembicaraan di Wina. Mereka menginginkan berakhirnya rezim Bashar al-Assad, tapi mereka menolak IS, dan mendukung format baru dalam pemerintahan di Suriah, yaitu kelompok-kelompok moderat, yang dapat diterima oleh Amerika, Eropa, dan Rusia.

Menolak partisipasi Iran dalam perundingan di Wina

Seorang anggota senior oposisi politik yang didukung Barat, menyatakan secara terbuka menentang masuknya Iran, yang akan berpartisipasi dalam pembicaraan yang akan berlangsung di Wina, Rabu. “Kehadiran Iran akan merusak proses perdamaian”, tegasnya.

Amerika Serikat telah mengatakan bahwa Iran diundang dalam pembicaraan yang akan membahas pelengseran Bashar al-Assad, ungkap kantor berita Iran ISNA, dan Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif dan wakilnya akan hadir di Wina, Rabu.

Hisham Marwa, Wakil Presiden Koalisi Nasional Suriah yang berpangkalan di Turki, mengkritik setiap partisipasi dalam pembicaraan dengan Teheran. Hisham menilai kehadiran Iran dalam pembicaraan di Jenewa, hanya akan mempertahankan Bashar al-Assad, tegasnya.,

"Iran tidak percaya pada Komunike Jenewa. Melibatkan Iran dalam pembicaraan merongrong proses politik," kata Hisham Marwa kepada Reuters, berbicara dari dokumen yang disepakati secara internasional yang menetapkan perdamaian dan transisi politik di Suriah.

Momentum tumbuh?

Pembicaraan di Wina akan menjadi momentum pertama kalinya bagi semua pemain utama internasional utama yang terlibat dalam konflik di Suriah, dan berada dalam satu meja, mencari solusi politik atas krisis yang terjadi di Suriah.

Langkah yang diambil oleh Amerika, Rusia, dan Iran dengan menggunakan militer, melawan para kelompok oposisi tak berhasil, dan hanya menimbulkan korban sipil yang sangat besar.

Rusia dan Iran, keduanya bersikukuh mendukung pasukan Assad yang melakukan perang darah melawan kekuatan oposisi, dan mereka terus berdalih mengalahkan "terorisme", sebelum proses politik dapat dimulai.

Jadi Rusia dan Iran, terus memperkuat posisi tawarnya (bargainingnya) dengan kartu “teroris”, yang mereka gunakan dalam perundingan di Wina. Semua hanya menjadi alat Zionis. Karena mereka tidak ingin adanya kekuatan Islam tegak di bumi Suriah. Mereka menggunakan militer, tetap tidak dapat mengalahkan para pejuang Islam di Suriah.

Namun, dunia sekarang berpikir ulang, akibat bauah tangannya sendiri. Berupa jutaan rakyat Rusia, Afghanistan, dan sejumlah negara lainnya, pergi ke daratan Eropa, dan sejumlah negara lainnya, sebagai pengungsi (refugees). Mereka mengalami ketakutan yang luar biasa atas masa depan mereka. Takut Eropa dan Barat akan dikuasai oleh Muslim. Wallahu'alam.


latestnews

View Full Version