View Full Version
Sabtu, 31 Oct 2015

Meninggalkan Kebijakan Satu Anak, Cina Akan Melahap Penduduk Asia Pasific?

JAKARTA (voa-islam.com) - Pemerintah Cina meninggalkan kebijakan "satu anak" (one child). Cina akan mengalami "booming baby". Ini akan berdampak bagi masa depan keseimbangann penduduk di kawasan Asia Paisifc dan Asia Tenggara. Jumlah penduduk Cina 1,4 miliar. Setiap  tahun Cina akan mengalami pertumbuhan penduduk 400 juta!

Hakekatnya, RRC negara komunis. RRC memang negara komunis sejak abad ke-20 lalu. Sampai sampai hari ini, secara resmi RRC masih dikenal sebagai negara komunis. Cina negara yang diperintah oleh para kaisar selama 2000 tahun.

Dengan model pemerintahan sentralistik terpusat yang kuat, ini karena pengaruh komunisme. Komunisme memberikan akar dan menjadi dasar kekuatan ideologi politik bagi negara Cina.

Era monarki berakhir pada tahun 1911, Cina diperintah secara otokratis oleh Partai Nasionalis Kuomintang dan beberapa panglima perang. Kemudian setelah 1949 pemerintahan dilanjutkan oleh Partai Komunis Cna.

Pemerintah RRC sering dikatakan otokratis dan sosialis. RRC juga dilihat sebagai kerajaan komunis. Pemerintah RRC dikawal oleh Partai Komunis Cina (PKC), RRC secara tegas melarang protes atau organisasi apa pun yang dianggapnya berbahaya terhadap pemerintahannya, seperti yang terjadi demonstrasi Tiannanmen pada tahun 1989.

Media republik rakyat di Cina semakin aktif menyiarkan masalah sosial yang menghebohkan, seperti  gejala 'penyogokan' di peringkat bawahan dan atasan pemerintahan. RRC juga begitu  menghalangi gerakan keterbukaan informasi, dan ada masanya mereka terpaksa menggnuakan polisi sebagai tindakan memberangus aksi protes rakyat.

Setiap aksi penentangan yang terorganisir terhadap PKC tidak dibenarkan sama sekali, sesekali demonstrasi rakyat kerap dibiarkan. Tetapi, rakyat tidak berani mengomentari masalah yang peka di Cina, karena takut ditindas. Inilah yang membuat Cina tetap stabil, dan pemerintah pusat dapat mengendalikan negara dengan jumlah penduduk 1,4 miliar.

Cina memiliki tentara terbesar di dunia yang disebut Pasukan Pembebasan Rakyat (PLA), walaupun anggaran militer terbesar di dunia adalah Amerika Serikat. Meski ada kepercayaan di dalam kalangan PLA maupun pengamat luar bahwa jumlah besarnnya anggaran bukanlah ukuran kekuatan militer. Jumlah anggota PLA bisa lebih dari 2.500.000 personil.

Perkiraan anggaran militer Cina kemungkinan mencapai US$60 miliar dolar yang diperkirakan oleh (purchasing power parity) pada tahun 2003, dengan jumlah anggaran US$60 miliar itu membuat Cina sebagai negara kedua terbesar setelah Amerika Serikat yang mempunyai anggaran US$400 miliar (hampir 7x lipat). Kajian RAND Corp memperkirakan bahwa belanja militer Cina sebenarnya adalah 1,4-1,7 kali lipat lebih besar daripada pengeluaran resminya.

Cina mempunyai arsenal nuklir dan terus berkembang sistem rudal balistiknya. Cina belum dianggap sebagai sebuah “adidaya”, meskipun sering dianggap sebagai kekuatan regional yang besar. Tetapi Cina masih dilihat sebagai kekuatan setingkat adidaya regional.

Tentu, kabar kebijakan baru yang mengejutkann dari pemerintah Cina, di mana parlemennya, mengeluarkan keputusan yang meninggalkan kebijakan “one child policy” (kebijakan satu anak), ini pasti akan berdampak dengan adanya “booming baby”. Tidak kurang setiap tahunnya akan lahir 400 juta bayi. Berapa jumlah penduduk Cina dua dekade mendatang?

Bertambahnya jumlah penduduk Cina ini, pasti akan mengakibatkan terjadinya “diaspora” (penyebaran), dan tidak mungkin mereka bisa tetap bertahan di negaranya?

Inilah yang akan berdampak bagi masa depan, khususnya bagi penduduk di kawasan Asia dan Pasific. Di mana para “Cina Perantauan” (Chinese Oversease) telah menyebar di kawasan yang luas di Asia Pasific termasuk Asia Tenggara.

Di negara-negara ASEAN jumlah penduduk Cina telah menjadi sangat signifikan. Seperti Thailand, Malaysia, Singapura, Philipine, dan Indonesia. Jumlahnya sudah sangat besar. Mereka bukan hanya jumlahnya yang besar, tetapi mereka juga melakukan penguasaan ekonomi dan politik di kawasan ASEAN.

Seperti di Thailand, berlangsung asimilasi antara keturunan Cina dan penduduk asli. Mereka kelompok “Chinese Oversease” sudah menjadi penguasa, mendominasi politik. Thaksin Shinawat dan Yinchuk Sinawat, keduanya keturunan Cina, yang pernah menjadi perdana Thailand. Di Philipine, ada Aquino, yang sekarang menjadi presiden Phiilipine.

Namun, penguasaan ekonomi dan politik oleh kalangna etnis Cina, melahirkan ketidak adilan. Mereka mula-mula membentuk “enclave” (kantong) berbentuk komunitas “Pecinan”, dan dari situ kemudian mereka membangun basis ekonomi dan politik. Selanjutnya, mereka berusaha mengusai negara. Dengan cara terlebih dahulu melakukan penetrasi terhadap kekuasaan manapun.

Di Indonesia di mulai sejak zaman Soeharto. Mereka mulai “booming” secara ekonomi, karena diprotekis (dilindungi ) oleh Soeharto. Kemudian kelompok “200 Taipan” itu, mula-mula menjadi “gundik” para penguasa.

Persis seperti cerita Cina kuno, dan kemudian mereka “membunuh” penguasa itu, dan berkuasa di negeri, di mana mereka berdiaspora, seperti di Indonesia. Sekarang Indonesia sudah dibawah telapak kaki Cina. Kepala penguasanya juga sudah “diinjak” oleh taoke Cina.

Kekuatan Cina perantauan akan melahap kalangan pribumi setempat, dan mereka akan menyumbangkan ekonominya dan kekuasan kepada negara  leluhurnya. Karena etnis Cina memiliki  orientasi kepada negeri leluhurnya. Ini karena kultur etnis Cina.

Apalagi, kalau penguasa-penguasa lokal di ASEAN sangat  "lembek", tidak  memiliki  daya tahan, menghadapi serbuan Cina. Semua etnis di kawasan ASEAN akan ditekuk dan tamat oleh serbuan etnis Cina. Wallahu'alam.

 


latestnews

View Full Version