View Full Version
Rabu, 04 Nov 2015

Perubahan Sikap Rezim Al-Sisi, dan Pembebasan 18 Pemimpin Ikhwan Dari Tuduhan Teroris?

CAIRO (voa-islam.com) - Mengapa rezim al-Sisi berubah sikap terhadap tokoh-tokoh Ikhwan? Semua para tokoh Ikhwan sudah dijatuhi hukuman  mati. Al-Sisi  juga sudah sesumbar akan menghabisi Ikhwan sampai ke akar-akarnya. Sekarang al-Sisi berubah sikap?

Selama aksi kekerasan, pembantian, penangkapan, pemenjaraan  ribuan tokoh dan anggota Ikhwan, para pemimpin tetap tidak membalas dengan kekerasan terhadap al-Sisi. Para pemimpin Ikhwan yang ada dalam penjara, tidak bergeming atas sikapnya, tidak ingin masuk dalma jebakan al-Sisi melakukan kekerasan.  

Membiarkan al-Sisi dengan segala kejahatannya, dan rakyat Mesir  yang akan menghukumnya. Para pemimpin mengajarkan dan mendidik para kader dan pengikutnya, tetap sabar menghadapi yang maha dahsyat, sejak Jamaah Ikhwan didirikan oleh Hasan al-Banna,  tahun 1928. Ikhwan tidak ingin melakukan kekerasan, dan membalas segala kejahatan yang dilakukan oleh al-Sisi.

Barangkali  jika para pemimpin Ikhwan membalas al-Sisi, begitu mudahnya. Ikhwan yang sudah berdiri sejak tahun l928 itu, sudah begitu mengakar dalam kehidupan rakyat Mesir. Rakyat Mesir merasakan atas kemurahan hati dan kebaikan para kader dan pemimpin Ikhwan dalam kehidupan sehari-hari.

Jika ingin membalas segala kejahatan al-Sisi, itu berarti akan ada konfrontasi secara terbuka dengan al-Sisi  dan militer Mesir. Zionis-Israel menginginkan itu. Ingin Mesir seperti Suriah. Perang  sipil.  Antara rakyat dan penguasa. Betapa banyaknya korban rakyat Mesir. Mesir lebih besar dibandingkan dengan Suriah. Jika Mesir hancur dan mengalami kekacauan, maka dampaknya akan jauh lebih dahsyat dibandingkan dengan Suriah. Penduduk Mesir, sekarang sudah hampir 90 juta. 

Sejatinya para pemimpin dan tokoh Ikhwan dikaruniai  kesabaran yang luar biasa. Dibiarkan diri mereka. Seperti lilin. Habis terbakar. Dengan tujuan menerangi kegelapan. Betapa pengorbanan yang tanpa tara para pemimpin dan tokoh Ikhwan,  tetap dapat mengendalikan diri,  tidak tergoda oleh hawa nafsu, dan menjerumuskan para pengikutnya dalam perang terbuka melawan rezim al-Sisi. Betapapun  pilihan  itu sangat mungkin.

Seperti yang  dikemukakan oleh Kantor Pusat Ikhwan  di London, DR.Ibrahim Munir, secara tegas mengatakan, Ikhwan tidak ingin masuk dalam kubangan kekerasan.  Ikhwan tidak ingin melakukan cara-cara kekerasan menghadapi kejahatan al-Sisi. Ikhwan tetap konsisten menggunakan cara-cara damai, tanpa kekerasan. Ini bukan berarti Jamaah Ikhwan itu lembek menghadapi penguasa model al-Sisi.

Para pemimpin Ikhwan lebih mencintai rakyat Mesir dibandingkan dengan diri mereka sendiri. Cara-cara damai dengan lebih mengedepankan sikap yang besifat persuasif terus dijalankan. Inilah yang membuat musuh-musuh Ikhwan menjadi frustasi dan gagal ingin menghancurkan Ikhwan. Termasuk al-Sisi. Jamaah  Ikhwan menjadi "induk atau umm" dari seluruh Gerakan Islam yang ada di dunia. Jadi tidak mungkin melakukan tindakan yang gegabah. 

Sekarang al-Sisi  sudah merasakan sendiri akibat tangannya, yang melakukan kudeta terhadap Presidn Mohamad Mursi yang dipilih secara mayoritas oleh rakyat Mesir. Mesir bangkrut. Mengalami kekacauan. Al-Sisi harus menghadapi tuduhan melakukan kejahatan kemanusiaan oleh ICC (International Court Council).  Bahkan, saat pertemuan UAO (Organisasi Uni Afrika), al-Sisi tidak datang,  karena adanya perintah penangkapan atas dirinya. 

Al-Sisi  ingin mencoba mengelabuhi mata dunia,   dan melakukan pemiihan anggota parlemen, tetapi rakyat Mesir, tak sudi  mendukung pemilihan. Sehingga, pemilu legislatif itu, yang mengikuti  kurang dari 20 persen rakyat Mesir. Ikhwan menghukum  al-Sisi dengan pembangkangan sosial.

Sekarang al-Sisi sudah tidak lagi nyaman. Kemanapun merasa tidak aman. Sekarang berada di London pun, menghahdapi aksi penolakan dari berbagai kelompok, dan kelompok-kelompok HAM, menuntut menghentikan hubungan dengan Mesir. Arab Saudi dan negara-negara Teluk, tidak lagi mendukung al-Sisi berupa dana.

Arab Saudi dibawah Salman tidak seperti  Raja Abdullah. Raja Salman mengutus Putera Mahkota Pangeran Mohamad menemui al-Sisi dan pemerintah Qatar melakukan rekonsiliasi dengan Ikhwan. Tapi, al-Sisi menolaknya, dan menilai sebagai campur tangan urusan dalam negeri Mesir.

Namun, lingkungan strategis sudah berubah, bersamaan dengan hasil  pemilu di Turki. Di mana Partai AKP menang secara mutlak dengan dukungan 49,41 persen suara. Sementara itu, sampai sekarang Erdogan tidak mau mengakui al-Sisi sebagai presiden Mesir. Erdogan tetap mengakui Mohamad Mursi  sebagai presiden yang sah Mesir, dan merupakan hasil pemilu yang demokratis. 

Barangkali itulah yang membuat al-Sisi harus menilai ulang sikap dan kebijakannya terhadap  Ikhwan di Mesir, dan para pemimpinnya. Tidak ada lagi tempat berlindung bagi al-Sisi terus bertindak dan bersikap sangat kejam, dan diluar batas kemanusiaan terhadap para pemimpin Ikhwan, yang begitu sangat shabar atas segala kejahatan yang dilakukan oleh al-Sisi.

Semengarta itu, Pengadilan Tertinggi Mesir menyatakan keputusan Jaksa Penuntut Umum bahwa 18 pemimpin Ikhwanul Muslimin yang ditetapkan sebagai teroris menjadi "batal demi hukum". Pengadilan kasasi Mesir memerintahkan pembatalan terhadap keputusan oleh Jaksa Penuntut Umum yang menetapkan 18 pemimpin Ikhwanul Muslimin sebagai teroris batal, Selasa, 2/11/2014.

Pengadilan tertinggi Mesir bahwa prosedur hukum yang menjai dasar keputusan oleh Jaksa Penuntut Umum di Mesir cacat, terutama pada masa akhir Jaksa Agung Hisham Barakat. Barakat menempatkan pemimpin Ikhwanul sebagai teroris, bertentangan dengan prosedur yang ditetapkan oleh Undang-Undang Teroris Mesir yang disahkan oleh Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi pada bulan Februari.

Kejaksaan membuat kesalahan dengan secara sepihak mengeluarkan keputusan memasukkan Mursyid 'Aam Ikhwanul Muslimin Mohammad Badie, wakil Mursyid Khairat Al-Shater, mantan Mursyid 'Aam Mohammad Mahdi Akef, Issam al-Aryan, Mohammad al-Baltagi dan 14 orang lain dalam daftar teroris tanpa persetujuan dari otoritas terkait.

Pengadilan menyatakan keputusan Jaksa Penuntut Umum "batal demi hukum", "palsu" dan memiliki "cacad hukum" atas 18 pemimpin Ikhwan.

Sebuah perubahan terjadi di Mesir, dan sikap al-Sisi yang sangat tidak manusiawi terhadap para pemimpin dan tokoh Ikhwan, akhirnya menghadapi sebuah jalan buntu, dan berdampak bagi dirinya sendiri. Kejahatan yang begitu luar biasa, di luar batas kemanusiaan, akhirnya harus dia hentikan. Sebuah perubahan yang sangat penting bagi Mesir,  dan bagi masa depan Ikhwan. Wallahu'alam.

 


latestnews

View Full Version