RANCANGAN Undang-Undang Haluan Ideologi (RUU HIP) ditunda pembahasannya oleh DPR. Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu penyebabnya adalah gelombang aksi penolakan di berbagai daerah yang dilakukan oleh masyarakat yang - hampir semuanya – dilakukan oleh kalangan umat Islam.
Dalam beberapa aksi penolakan RUU HIP, umat Islam menuntut bahwa RUU HIP bukan sekadar ditunda pembahasannnya akan tetapi harus dibatalkan, berhentikan, atau dihilangkan. Selain itu, tuntutan atau aspirasi lainnya adalah mengusut para inisiator RUU HIP, serta meninjau ulang kembali UU dan atau RUU yang dianggap dapat merugikan rakyat seperti UU Minerba, UU KPK, dan RUU Omnibus Law.
Mengapa umat Islam sangat keras menentang RUU HIP ini? Selain RUU HIP ini dinilai aneh, tidak ada urgensi dan substansinya, mengacaukan sistem ketatanegaraan, juga karena tidak dimasukkannya TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 sebagai dasar, sehingga dinilai akan membuka celah bangkitnya kembali Partai Komunis Indonesia (PKI).
Selain itu, RUU HIP ini, jika benar-benar disahkan sebagai sebagai UU, mengindikasikan akan adanya tafsir tunggal terhadap Pancasila, yang tentu ini akan sangat berbahaya bagi kehidupan berbangsa alih-alih memperkuat Pancasila.
Dalam beberpa aksi penolakan RUU HIP yang dilakukan oleh masyarakat, salah satu yang dijadikan dasarnya adalah dalam rangka melaksanakan pernyataan dan sikap para ulama yang tergabung dalam Majelis Ulama Indonesia (MUI). Maka tidak berlebihan jika para ulama dan umat Islam dapat disebut sebagai garda terdepan dalam membela Pancasila dari berbagai ancamannya.
Hal ini tentu saja menjadi bantahan yang jelas dan terang seterang-terangnya, bagi mereka yang selama ini kerap menuduh bahwa umat Islam anti dengan Pancasila.
Dalam beberapa waktu terakhir ke belekang, masyarakat cukup sering membaca, mendengar, dan atau melihat di berbagai macam media massa cetak, elektronik, online, sert media sosial ungkapan-ungkapan yang bernada tuduhan bahwa umat Islam - yang ingin melaksanakan syariatnya - dianggap sebagai kelompok anti Pancasila, atau paling tidak disebut tidak Pancasilais.
Sementara, mereka yang kerap menyebut dirinya sebagai ‘Saya Pancasilais’ atau merasa paling Pancasilais, justru belum terdengar secara nyaring suara penolakannya terhadap RUU HIP ini. Meminjam pernyataannya Wakil Ketua MUI Tengku Zulkarnain, ke mana suara mereka yang mengaku Pancasilais itu?
Jangan-jangan mereka yang belum terdengar suaranya itu, yang kerapkali berteriak ‘Saya Pancasilais’ yang berada di balik RUU HIP ini dan mendukungnya?
REDAKSI