View Full Version
Jum'at, 26 Sep 2025

Menjaga Keluarga Vs Travelling yang Tak Bermanfaat

Oleh: Badrul Tamam

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam atas semua nikmat dan kebaikan yang kita dapat. Shalawat dan salam terlimpah kepada Rasulillah ﷺ dan keluarganya.

Dalam kehidupan modern, bepergian atau safar atau sebutan lebih keren dengan “traveling” telah menjadi bagian dari gaya hidup. Ada yang melakukan traveling untuk urusan pekerjaan, studi, bisnis, bahkan sekadar hiburan. Islam tidak melarang umatnya bepergian, selama tujuan dan tempat yang dituju membawa kebaikan. Namun, seringkali ada safar yang justru menimbulkan mudarat besar, bukan hanya bagi pelakunya, tetapi juga bagi keluarga yang ditinggalkan.

Traveling atau safar ke negeri-negeri yang penuh dengan kemaksiatan, pornografi, dan gaya hidup bebas adalah salah satunya. Selain berbahaya bagi iman seorang muslim, perjalanan seperti ini juga bisa melukai hati istri, menelantarkan anak, dan merusak keharmonisan rumah tangga.

Suami sebagai Pemimpin Keluarga

Islam menempatkan suami sebagai pemimpin dalam keluarga. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ

“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu …” (QS. At-Tahrim: 6).

Ayat ini menunjukkan bahwa seorang suami tidak hanya wajib menjaga dirinya, tetapi juga istri dan anak-anaknya dari segala hal yang bisa menjerumuskan pada kebinasaan, baik di dunia maupun di akhirat.

Rasulullah ﷺ juga menegaskan:

كُلُّكُمْ رَاعٍ فَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالأَمِيرُ الَّذِى عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهْوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهْوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ

"Setiap kalian ra'in (penanggung jawab) dan masing-masing akan ditanya tentang tanggungjawabnya. Penguasa adalah penanggung jawab atas rakyatnya, dan akan ditanya tentangnya. Suami menjadi penanggung jawab dalam keluarganya, dan akan ditanya tentangnya." (Muttafaq 'Alaih)

Dengan demikian, seorang ayah atau suami tidak boleh meninggalkan keluarganya hanya demi kesenangan sesaat. Amanah ini sangat besar, bahkan Nabi ﷺ mengingatkan bahwa siapa pun yang mengkhianati amanah kepemimpinan, Allah akan mengharamkan surga baginya (HR. Muslim).

Kegelisahan Istri dan Anak-anak

Tidak sedikit istri yang merasakan kegelisahan saat suaminya bepergian ke negeri-negeri yang terkenal dengan kemaksiatan. Rasa cemas ini wajar, sebab ia mengetahui bagaimana kondisi moral di tempat-tempat tersebut.

Bayangkan, seorang istri hidup dalam kecemasan setiap kali suaminya terlambat memberi kabar. Sekembalinya pun, ia tidak sepenuhnya bisa berbahagia, karena dibayang-bayangi rasa takut akan penyakit berbahaya atau pengaruh buruk dari luar. Inilah bentuk siksaan batin yang tidak jarang dialami para istri dan anak-anak.

Sementara itu, suami merasa telah menunaikan kewajiban karena meninggalkan harta atau uang sebelum berangkat. Padahal, harta tidak bisa menggantikan peran kasih sayang, bimbingan, dan keteladanan seorang ayah.

Amanah sebagai kepala rumah tangga adalah tanggung jawab yang berat. Menelantarkan keluarga demi safar yang penuh dengan maksiat adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah tersebut.

Nabi ﷺ bersabda:

مَا مِنْ عَبْدٍ اسْتَرْعَاهُ اللَّهُ رَعِيَّةً فَمَاتَ يَوْمَ يَمُوتُ وَهْوَ غَاشٌّ لَهَا، إِلَّا حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ

“Tidaklah seorang hamba yang diberi amanah oleh Allah untuk memimpin rakyat lalu ia mati dalam keadaan menipu rakyatnya, melainkan Allah haramkan baginya surga.” (HR. Muslim).

Hadits ini berlaku bukan hanya untuk pemimpin besar, tetapi juga untuk seorang ayah sebagai pemimpin dalam rumah tangganya.

Dampak Traveling ke Negeri Maksiat

Safar ke negeri-negeri kafir dan penuh maksiat memiliki banyak dampak buruk, di antaranya:

  1. Kerusakan iman pribadi – godaan syahwat, gaya hidup bebas, dan kekaguman terhadap budaya mereka.
  2. Kehancuran rumah tangga – hilangnya kepercayaan istri, anak-anak kehilangan teladan, dan tergoda kehidupan seks bebas di sana.
  3. Penyakit sosial dan fisik – Nabi ﷺ telah mengingatkan bahwa ketika zina merajalela, maka akan muncul penyakit-penyakit baru yang tidak ada pada generasi sebelumnya.
  4. Hilangnya keberkahan hidup – karena meninggalkan keluarga demi kesenangan haram, Allah bisa menimpakan ujian berupa kesedihan, penyakit, atau masalah rumah tangga.

Traveling yang Islami?

Islam memberikan bimbingan agar safar menjadi ibadah, bukan sumber dosa. Beberapa di antaranya:

  1. Niatkan safar karena Allah – untuk tujuan halal: bekerja, belajar, silaturahmi, atau wisata halal.
  2. Pilih tempat yang aman secara akidah dan akhlak – hindari negeri yang sarat maksiat.
  3. Komunikasi dengan keluarga – menjaga hati istri dan anak-anak tetap tenang dengan kabar yang baik.
  4. Manfaatkan liburan bersama keluarga – agar anak-anak merasakan kasih sayang ayah dan ibu, bukan justru kehilangan mereka.
  5. Dzikir dan doa saat safar – agar perjalanan terjaga dengan perlindungan Allah.

Penutup

Safar atau Bepergian  bisa menjadi sarana kebaikan atau sebaliknya menjadi jalan kebinasaan. Semua tergantung tujuan, tempat, dan niat pelakunya. Bagi seorang muslim, terutama suami dan ayah, safar bukan hanya urusan pribadi, tetapi juga menyangkut amanah besar terhadap keluarga.

Menelantarkan istri dan anak-anak demi kesenangan sesaat adalah bentuk kezaliman dan pengkhianatan amanah. Sebaliknya, menjaga keluarga, mengajak mereka pada kebaikan, serta memilih safar yang bermanfaat akan menjadi sumber keberkahan dunia dan akhirat.

Semoga Allah menjaga setiap keluarga muslim dari godaan safar yang merusak, dan menjadikan setiap perjalanan kita sebagai ladang ibadah yang mendekatkan diri kepada-Nya. Wallahu a’lam. [PurWD/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version