Voa-Islam.Com- Beberapa hari yang lalu saya meminjam beberapa buku dari perpustakaan kampus. Sesampainya di rumah saya mulai membuka dan membaca satu buku yang berjudul Be The Best yang ditulis M. Karebet Widjajakusuma seorang konsultan manajeman, trainer motivasi dan penulis buku. Halaman demi halaman dari buku itu saya baca hingga saya terhenti pada halaman 66-79.
Dalam halaman itu saya disugihi sebuah cerita yang sangat inspiratif dari seorang panglima perang muslim yang bernama Thariq bin Ziyad. Setelah membaca tulisan itu berulang-ulang, saya pun memutuskan untuk mengutip tulisan tersebut dan saya bagikan kepada teman-teman semua, dengan harapan kita semua dapat mengambil manfaat dari cerita tersebut.
Dalam buku itu dikisahkan bahwa pada Tahun 711 M ada serombongan armada laut yang telah melintasi 13 mil laut untuk menyeberangi selat Andalusia. Armada berkekuatan 7.000 prajurit itu merapat. Kemudian sebuah komando menyulut yang penuh semangat keluar dari sang Panglima.
“Wahai saudara-saudaraku, lautan ada di belakang kalian, musuh ada di depan kalian, kemanakah kalian akan lari? Demi Allah, yang kalian miliki hanyalah kejujuran dan kesabaran. Ketahuilah bahwa di pulau ini kalian lebih telantar dari pada anak yatim yang ada di lingkungan orang-orang hina. Musuh kalian telah menyambut dengan pasukan dan senjata mereka. Kekuatan mereka sangat besar, sementara kalian tanpa perlindungan selain pedang-pedang kalian, tanpa kekuatan selain dari barang-barang yang kalian rampas dari tangan musuh kalian. Seandainya pada hari-hari ini kalian telah tetap sengsara seperti ini, tanpa adanya perubahan yang berarti, niscaya nama baik kalian akan hilang, rasa gentar yang ada pada hati musuh akan terganti menjadi berani dengan kalian. Oleh karena itu pertahankanlah jiwa kalian!”
Tanpa keraguan sedikit pun, panglima itu memerintahkan pasukannya untuk membakar kapal-kapal yang telah membawa mereka. Banyak orang mungkin bertanya. Bukankah kapal-kapal itu adalah aset? Bukankah aset perang justru seharusnya dijaga? Tidak! Itulah prinsip sang panglima.
Secara zahir, memang kapal-kapal itu telah habis terbakar, namun pada hakikatnya perintah ini telah membakar habis pilihan untuk menjadi pecundang dan pengecut serta menyisihkan dua pilihan, yang keduanya mulia. Menangkan pertempuran atau mati syahid. Disinilah terbentuk kesamaan visi dan misi antara pemimpin dan bawahan dalam membangun tim yang kompak dan padu. Langkah ini telah membuahkan kemenangan. Sebuah kemenangan yang telah mengantarkan umat islam memasuki babak baru, dakwah di bumi Andalusia
Panglima itu adalah Thariq bin Zayid, seorang pahlawan muslim pembebas Andalusia yang namanya diabadikan untuk menyebut bukit karang stinggi 450 meter di semenanjung pantai tenggara spanyol. Jabal Thariq, begitulah orang Arab menamai bukit itu. Lidah Eropa menyebutnya Gibratar (M. Karebet Widjajakusuma, 2007).
Apa Hikmah dari Kisah Di atas?
Ada beberapa hikmah yang bisa kita ambil dari kisah di atas, yang mana hikmah ini akan menjadikan kita sadar bahwa selama ini kita terlalu takut untuk mengambil sebuah pilihan sukses. Berikut hal-hal yang patut kita lakukan