View Full Version
Rabu, 30 Mar 2016

Ketika ABG Menjadi Mucikari, Siapa Penerus Estafet Bangsa?

MIRIS, geram, dan prihatin saat mengetahui maraknya kasus mucikari yang menimpa ABG. Mucikari atau orang yang berperan sebagai perantara, menjembatani transaksi pekerja seks komersial (PSK) dengan penggunanya, akhir-akhir ini banyak diperankan oleh ABG.

Dalam catatan Komnas Perlindungan Anak, selama tahun 2013 ini sudah ada 17 kasus anak-anak yang menjadi germo. Pernah terjadi penjualan anak-anak berusia 13 dan 14 tahun di Banyumas, Purwokerto. Aksi ini dilakukan oleh seorang anak yang masih berusia 15 tahun. Miris, bukan? Lagi-lagi ABG yang menjadi pelakunya, kini ramai diperbincangkan adanya siswi SMP berusia 15 tahun di Surabaya terlibat dalam bisnis haram mucikari.

Surabaya sebagai ibukota provinsi Jawa Timur, kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta ternyata masih memiliki segudang masalah. Berdasarkan data dari pemerintah kota Surabaya, jumlah sekolah yang ada di Surabaya tidaklah sedikit, antara lain: kelompok bermain atau prasekolah 1070 buah; SD negeri dan swasta 969 buah; SLTP negeri dan swasta 342 buah; SMU & SMK negeri dan swasta 266 buah; Perguruan Tinggi negeri dan swasta sebanyak 60 buah. Dengan sekolah sebanyak ini, mengapa problematika di masyarakat masih ada dan terus berkembang, khususnya pada anak-anak? Fakta terbaru yang juga mengejutkan adalah kasus mucikari Daring. Kabid Humas Polda Sumut Kombes Helfi Assegaf mengatakan, mucikari yang diamankan berinisial OP alias RI (27).

Mucikari daring dan tiga perempuan yang dijualnya ditangkap di salah satu hotel ternama di Jalan Putri Hijau, Medan. Semakin hari, kasus mucikari ini semakin panas menjadi bahan pembicaraan banyak kalangan. Ketua Komnas Perlindungan Anak Surabaya (Arist Merdeka Sirait) menyatakan, “Sekarang, pelaku-pelaku yang menjadi germo sudah banyak bergeser dari orang dewasa ke anak-anak. Sebab orang dewasa meyakini jika pelakunya anak-anak, tidak akan dihukum atau dijerat pidana. Alasannya, masih berstatus di bawah umur.”

Gaya hidup mewah, sehingga banyak kebutuhan ekonomi tidak terpenuhi, kemiskinan, keluarga broken home disebut-sebut menjadi faktor pemicu maraknya kasus mucikari pada anak-anak. Jika gambaran generasi seperti ini, lantas siapa yang berhak dan pantas menerima tongkat estafet kepemimpinan bangsa? Para founding father perintis kemerdekaan tidak akan rela negeri ini hancur lebur, rata dengan tanah jika dikendalikan oleh orang yang salah.

Mari masyarakat Surabaya, satukan langkah mengubah Surabaya-Indonesia menjadi lebih baik. Tanamkan keimanan dan ketaqwaan pada anak sejak dini, tingkatkan kepedulian terhadap sesama manusia, dan bangun kesadaran Negara untuk mengatasi permasalahan rakyatnya.

 

Meivita Yusmala Dewi, S. Farm., Apt.

Mahasiswa Program Magister Ilmu Farmasi Universitas Airlangga Surabaya


latestnews

View Full Version