Semenjak 20 Oktober 2014, Pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla (JK) resmi dilantik menjadi pasangan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Demokrasi telah menampakkan wajah buruk dalam kepemimpinan. Selama satu tahun kepemimpinan, Indonesia justru terus berada diambang kehancuran dalam berbagai bidang.
Bidang Keamanan dan Pertahanan, kita masih melihat bagaimana tindak kriminalitas meningkat. Gerakan separatis semakin berkibar, utamanya adalah Organisasi Papua Merdeka. Bahkan terakhir, klaim Tiongkok beredar luas atas kepemilikan mereka di wilayah Natuna. Tentu sesuatu yang menyakitkan.
Bidang Ekonomi, nilai tukar rupiah yang turun, perekonomian yang melambat, Kenaikan harga BBM, Kenaikan sejumlah barang-barang kebutuhan pokok dan sejumlah masalah ekonomi kebangsaan. Ekonomi Kapitalisme semakin berkuasa dengan berhasil menempatkan sejumlah orang yang berorientasi Neokapitalisme.
Bidang politik, Eksekutif dan Legislatif kompak bersama dalam mewujudkan pemerintahan yang tak kunjung memberi nilai positif. Politikus dan para pejabat politik daerah terang-terangan korupsi. Bahkan negara seringkali kalah dengan para pemilik modal, utamanya dalam kehadiran undang-undang yang pro-asing dan Kapitalis.
Bidang pendidikan, Indonesia semakin terpuruk. Ada sekitar 200 lebih kampus yang melakukan aktivitas ilegal dalam pendidikan. Diiringi hal tersebut, biaya pendidikan pun tak lagi murah. Sistem pendidikan yang merujuk kepada sekulerisasi tetap saja melahirkan poros generasi yang justru merusak.
Dalam bidang Sosial, tawuran, perselisihan antara suku bahkan tindakan kekerasan antar masyarakat semakin menunjukkan bahwa Kesatuan sebagai harapan negeri justru semakin jauh dari harapan. Sistem sosial yang sekuler, telah membuat rusaknya generasi. Tak sedikit kasus perkosaan, perzinaan hingga perkawinan sejenis sudah berani terang-terangan terjadi. Di mana posisi penguasa hari ini? Mereka tak pernah berpikir jernih untuk mengembalikan kehidupan Islam.
Hingga menjelang satu tahun berjalannya pemerintahan, Kasus paling membuat pemerintah terpojok tentu kabut asap yang berada di kawasan Sumatera dan Kalimantan. Korbannya tentu rakyat. Pelakunya tak lain adalah para pemilik modal, instansi dan perusahaan swasta dan asing. Negara hanya diam. Negara tak berdaya.
Sementara dalam bidang Internasional, Indonesia nampak tak bisa lepas dari negara China dan Amerika Serikat. Sejumlah kepentingan kedua negera tersebut, hari ini, terlihat nyata bagaimana negara tak bisa memiliki kekuatan. Kontrak Freeport yang diperpanjang. Hingga mengekornya Pemerintah dalam bidang Ekonomi, Politik dan juga pertahanan keamanan. Negara pun tak pernah terlibat aktif dalam upaya mengatasi masalah Iraq, Suriah, Palestina sampai Rohingya, Myanmar. Sungguh menyedihkan, di negeri berkapasitas muslim terbesar ini, justru berdiam diri atas sejumlah kekerasan terhadap ummat Islam.
Memang benar di sistem pemerintahan Jokowi-JK, sejumlah hal berhasil dilakukan. Tapi sekali lagi, masalah polemik kebangsaan dan cengkeraman Kapitalisme Demokrasi justru membuktikan bahwa pemerintahan kali ini kian memburuk kondisi negeri.
Oleh karena itu BKLDK menyerukan, kesegenap penguasa, pejabat, politikus dan masyarakat Indonesia untuk mengembalikan kehidupan Islam. Meninggalkan diri dari kepercayaan atas Demokrasi Kapitalisme serta Sekulerisasi. Seberapapun usaha yang dilakukan untuk mewujudkan kehidupan sejahtera, tetap saja, berdiri atas sistem yang bukan islam ini tidak akan mampu mewujudkan harapan.
Kami menyerukan untuk kembali kepada Syariah. Mengembalikan kehidupan sesuai tuntunan Syariah. Sistem pemerintahan pun harus kembali mengikuti Al-Quran dan Sunnah, dengan menegakkan Khilafah Islam. Sungguh, siapa pun pemimpinnya, selama berpijak bukan pada aturan Allah, maka disana pula azab kian datang. Krisis kan mendera. Wallahu’alam bisshowwab.
Ketua Badan Eksekutif
Rizqi Awal, SE.Sy
No. Hp: 085722224399