DAIRI (voa-islam.com) - Sungai Lae Renun yang mengular melewati Kecamatan Tigalingga dan Tanah Pinem, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara, memiliki tebing yang dalam dan curam.Sungai yang menjadi wahana wisata arung jeram ini berhulu di gunung dan bermuara ke Danau Toba.
Di tepian sungai inilah, warga Desa Rambah Serit, Kec Tigalingga, sehari-hari mandi, mencuci, dan buang air, dan mengambil air bersih untuk keperluan dapur.
Lantaran sudah menjalani bertahun-tahun, warga tak lagi jeri naik-turun sungai melalui jalan setapak di tebing yang curam dan dalam. Tiap hari mereka harus berjalan sejauh 3 km pulang-pergi demi memenuhi hajat akan air bersih ini.
Dan karena sudah terbiasa pula, kaum lelaki dan wanita tak lagi risih mandi berdekatan di pancuran-pancuran air yang mengalir dari mata air di tebing sungai.
Tak adanya air wudhu pula yang turut membuat Masjid Baiturahman Rambah Serit kurang makmur. Padahal, masjid ini terletak di tengah dusun berpenduduk 100 keluarga (400 jiwa) yang hampir semuanya beragama Islam (97%).
‘’Selama ini air wudhu di Masjid Baiturahman berasal dari tandon air hujan saja. Jika musim kemarau, tandon kering sehingga warga semakin malas ke masjid,’’ tutur Dai Dewan Dakwah di Dairi, Surya Dharma Pelawi, yang didampingi dai senior Tanah Karo, Ustadz Mohd Ilyas Tarigan, 26 Juli lalu.
Ilyas Tarigan menambahkan, selain Masjid Baiturahman Rambah Serit, tempat ibadah di desa-desa di Tigalingga juga kesulitan air karena faktor alam yang sama.
‘’Kita memerlukan pipanisasi air dari mata air ke penampungan di masjid. Sehingga, masjid menjadi sentra sumber air bagi warga untuk wudhu dan kebutuhan sehari-hari. Dengan demikian, masjid menjadi lebih makmur,’’ tutur Ilyas Tarigan. [nurbowo/syahid/voa-islam.com]