Oleh: Amran Nasution (Mantan Redaktur Pelaksana Tempo)
Sahabat VOA-Islam...
Ini hadiah tahun baru untuk Luhut Panjaitan, jenderal purnawirawan yang selama ini mengaku teman dekat Presiden Jokowi. Tepat di hari tutup tahun, Rabu, 31 Desember 2014, Luhut dilantik Presiden Joko Widodo alias Jokowi menjadi Kepala Staf Kantor Kepresidenan
Jabatan apa pula itu? Posisi baru Luhut ini tampaknya ingin ‘’gagah-gagahan’’ meniru jabatan Kepala Staf Gedung Putih (White House Chief of Staff) di dalam sistem pemerintahan Amerika Serikat. Tapi pengangkatan ini menyebabkan muncul pertanyaan tentang efisiensi dan efektivitas kabinet Jokowi.
Soalnya, selain Kepala Staf Kepresidenan, di sekitar kantor kepresidenan sudah ada Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto. Sebelum jadi menteri, Pratikno adalah Rektor UGM Yogyakarta. Sedang Widjajanto adalah putra mendiang Mayor Jenderal (Pur) Theo Safei, tentara yang kemudian jadi tokoh PDIP dan dikenal di masa hidupnya sangat anti-Islam.
Jabatan Kepala Staf Kepresidenan ini baru ada untuk pertama kali di zaman pemerintahan Presiden Jokowi. Maka kabinet Jokowi berisi para menteri atau pejabat setingkat menteri yang jumlahnya sudah lebih banyak dibanding pemerintahan Presiden SBY dulu. Padahal Jokowi pernah sesumbar menjanjikan kabinetnya akan lebih ramping – artinya jumlah para menterinya lebih sedikit. Tapi sudahlah. Sudah terlalu banyak janji-janji Jokowi yang ternyata sekarang tak dia tepati.
Satu hal yang jelas: Presiden Jokowi dan Luhut Panjaitan adalah kawan. Hal itu beberapa kali diakui Luhut sendiri. Saking dekatnya, Luhut punya bisnis furnitur (mebel) dengan Rakabuming, putera tertua Jokowi, melalui perusahaan PT Rakabu. Perlu pula diketahui bahwa semasa menetap di Solo, sebelum menjadi Walikota, Jokowi memang dikenal sebagai pedagang mebel.
Maka ketika Jokowi bersiap mencalonkan diri sebagai Presiden, Luhut pun secara aktif ‘’berkampanye’’ mendukungnya. Salah satunya, pertemuan dengan tokoh-tokoh Batak beragama Kristen, sebagaimana diungkapkan di dalam surat terbuka yang disiarkan Rakyat Merdeka Online (RMOL) 18 Juli 2014.
Penulis surat seorang perempuan Batak, Rosiana Borupaung. Dia aktif di jejaring komunitas warga Kompasiana dan mengaku hadir ketika Luhut berpidato. Sayang Rosiana tak mengungkap kapan persisnya dan di mana perhelatan ini dilaksanakan.
Rosiana mengungkapkan, dalam kesempatan itu Luhut menyampaikan strategi untuk memenangkan Jokowi sebagai Presiden. Kata Luhut: hanya dengan terpilihnya Jokowi sebagai Presiden, kesempatan orang Batak untuk berkuasa di pemerintahan bisa tercapai. Luhut menjamin: kalau Jokowi jadi Presiden sedikitnya tiga orang Batak Kristen akan jadi Menteri.
Komisaris PT. Telkomsel
Strategi pemenangan Jokowi, menurut Luhut, dengan menggerakkan isu minoritas. "Kita harus membangun ketakutan di kalangan etnis Tionghoa, menyebarkan informasi bahwa Prabowo Subianto didukung Islam garis keras, sehingga kaum minoritas bisa bersatu, Kristen Batak, di Jawa, di timur Indonesia, Tionghoa,” kata Luhut. Yang dimaksudnya Prabowo di sini adalah Letjen (Pur) Prabowo Subianto, Calon Presiden dari Koalisi Merah-Putih, saingan Jokowi pada pemilihan Presiden lalu.
Bahkan Luhut menegaskan rencana tersebut sudah mendapat persetujuan Ephorus HKBP. “Semua pendeta kita akan bergerak ke arah itu. Aktivis Kristen di PDIP juga sudah kita gerakkan. Ada Maruarar Sirait, Adian Napitupulu, dan Masinton Pasaribu,” katanya.
Selain itu, Luhut menyebut Sekjen PGI (Persekutuan Gereja Indonesia), Gomar, tokoh Batak TB Silalahi dan Ruhut Sitompul, sudah bersepakat. Tak kalah penting, dari kalangan Kharismatik ada James Riady (pemilik Group Lippo) dan dari kelompok Katolik ada mantan Direktur CSIS Harry Tjan Silalahi. Kata Luhut: mereka semua mendukung idenya agar orang Batak Kristen masuk kabinet Jokowi.
Tak usah dipersoalkan: pantaskah seorang purnawirawan jenderal berkampanye SARA (dengan menonjolkan masalah suku, agama, dan rasial) seperti itu? Tapi yang jelas Jokowi telah terpilih menjadi Presiden maka kini Luhut yang teman Jokowi itu pun menjadi pejabat tinggi.
Ternyata masih ada teman Jokowi yang lain. Dialah A.M. Hendropriyono, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) di zaman Presiden Megawati (2002 – 2004). Pada 5 Januari lalu, pensiunan perwira tinggi TNI-AD itu tampak menemui Presiden Jokowi di Istana.
Kabarnya Jokowi akan menempatkan Hendro di Wantimpres (Dewan Pertimbangan Presiden), lembaga negara yang berfungsi memberi nasehat kepada Presiden. Soalnya Hendro bersama keluarga turut ‘’berjuang’’ untuk mendudukkan Jokowi menjadi Presiden. Kini tiba giliran Jokowi membalas ‘’jasa-jasa’’ Hendro dan keluarganya.
Mula-mula mantu Hendro, Mayor Jenderal Andika Perkasa diangkat Jokowi menjadi Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Dan Paspamres). Tentu saja ini jabatan yang pristisius, karena dia bertugas mengamankan Presiden Jokowi dan keluarga.
Belum cukup. Putra kandung Hendro, yaitu Diaz Hendropriyono yang di masa kampanye kemarin turut serta menjadi relawan Jokowi, diangkat menjadi Komisaris PT Telkomsel, perusahaan plat merah yang bergerak dalam bisnis jasa telekomunikasi.
Rupanya setelak anak dan mantu, kini Jokowi harus memikirkan jabatan Hendro. Untuk diketahui, Hendro adalah Komandan Korem Garuda Hitam Lampung, ketika terjadi pembantaian Talangsari, Lampung, yang menyebabkan ratusan nyawa ummat Islam melayang di awal 1989. Hendro memimpin langsung pasukannya menyerbu pedesaan Talangsari, tempat kelompok ini tinggal dan mengadakan pengajian-pengajian. Sampai sekarang Pembantaian Talangsari belum pernah dibawa ke pengadilan. Komnas HAM pun seakan tak berdaya mengungkap pelanggaran HAM dengan korban amat besar ini.
Perlu pula diketahui A.M.Hendropriyono adalah Kepala BIN ketika September 2004, tokoh dan pejuang HAM Munir meninggal dunia di dalam pesawat yang membawanya terbang ke Belanda. Dia rupanya telah menelan racun. Dalam berbagai informasi yang beredar Badan Intelijen Negara (BIN) disebut-sebut berada di balik operasi pembunuhan tokoh HAM itu.