View Full Version
Senin, 26 Jan 2015

Jokowi Ternyata Telah Gadaikan Jabatan-Jabatan Strategis

JAKARTA (voa-islam.com) - Jokowi dinilai telah menggadaikan jabatan-jabatan strategis di bidang hukum untuk memenuhi transsaksi politik dan balas budi saja. Yang memberi penilaian adalah Ketua Umum Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (Iluni FHUI) Melli Darsa.

“Presiden Jokowi tampak telah menggadaikan jabatan-jabatan strategis di bidang hukum dalam rangka transaksi politik dan politik balas budi, sedangkan pemberantasan mafia hukum serta KKN sama sekali belum diprioritaskan,” ujarnya pada keterangan pers “100 hari Pemerintahan Jokowi-JK” di Jakarta, Ahad (25/1).

Melli Darsa menambahkan, penilaian Iluni FHUI itu didasarkan pada dua indikator utama. Pertama: program kebijakan hukum nasional yang disusun. Kedua: dalam pelaksanaan hak prerogratif presiden terkait penunjukan pejabat di bidang hukum.

Contohnya penunjukan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasona Laoly, Jaksa Agung Prasetyo, dan aupun calon Kapolri Komisaris Jenderal Budi Gunawan. “Pemerintahan Jokowi-JK tidak punya blue print tentang daftar program legislasi nasional.

Begitu juga penunjukan pejabat di bidang hukum, tidak memiliki kompetensi dan kontribusi yang memadai,” katanya.

Melli mengungkapkan, semua penunjukan pejabat di bidang hukum sangat kental bernuansa “imbalan” atas dukungan politik yang diterima Jokowi saat pencalonannya sebagai presiden.

“Presiden Jokowi sama sekali tidak konsisten dengan janji-janjinya karena ia saat pemilihan kabinet melibatkan KPK dan PPATK, namun saat ia memilih Jaksa Agung dan Kapolri bertindak seolah-olah partisipasi maupun masukan dari KPK serta PPATK tidak relevan, yang justru menimbulkan kecurigaan bahwa proses pencalonan memang sarat KKN dan politik balas budi,” ujar Melli Darsa.

Iluni FHUI pun Jokowi tidak melantik Budi Gunawan sebagai Kapolri dan mempertimbangkan penggantian pejabat negara di bidang hukum yang telah ditunjuk atau dicalonkan dengan pihak-pihak yang lebih bersih, profesional, dan kompeten.

Iluni FHUI juga meminta Jokowi segera melepaskan diri dari belenggu politik yang mendistorsi hak-haknya dalam mengangkat pejabat negara di bidang hukum. “Kami meminta Presiden Jokowi segera menyusun program pembangunan hukum nasional dan legislasi nasional memasukkan agenda sistem penegakan hukum dan HAM melalui KUHP-KUHAP serta pemberantasan korupsi,” tutur Melli Darsa.

Jokowi, katanya lagi, harus membuka ruang partisipasi publik secara luas serta melibatkan KPK dan PPATK dalam pengambilan kebijakan-kebijakannya untuk menghindari potensi pelenggaran hukum dan korupsi.

Jokowi Dicemooh Koordinator Kontras dan Peneliti Cyrus Network

Jokowi banyak menghancurkan harapan rakyat. Bahkan, sinyal kehancuran itu sudah muncul sebelum seratus hari pemerintahannya. Demikian dikatakan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar.

Ia juga mengatakan, Jokowi sudah mengingkari janji-janji kampanyenya. “Jokowi lebih menarik menjadi capres daripada presiden,” ujar Haris di Jalan Sabang, Jakarta, Ahad (25/1).

Haris menilai, ketegasan Jokowi sama dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yakni sama-sama lemah mengakhiri konflik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri

Haris menilai, ketegasan Jokowi sama dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yakni sama-sama lemah mengakhiri konflik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri. “Kita lihat enggak ada intervensi dan saya enggak tahu Jokowi mirip SBY.

Intervensi itu boleh dan dia yang mimpin satu sistem,” katanya. Menurut dia, penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto oleh Kabareskrim Polri seharusnya menjadi ajang bagi Jokowi memperlihatkan ketegasan sebagai kepala negara.

Seharusnya, tambahnya, Jokowi sebagai kepala pemerintah menujukkan wewenangnya dalam menentukan keputusan atas penangkapan Bambang. “Nampil dong, Presiden. Ini kemarin keadaan sudah genting cuma berikan statement yang enggak ada isinya di Istana Bogor,” tutur Haris.

Malah, tambahnya, pernyataan Jokowi tidak memberikan kontribusi dalam penyelesaian konflik dua lembaga tersebut. Dalam penangguhan penahanan Bambang pun, Jokowi tidak tampil menyelesaikan konflik tersebut. “Kontribusinya tidak ada dan presiden enggak bekerja. Pak Adnan dan Pak Zulkarnaen [Wakil Ketua KPK]-lah yang tampil sampai malam,” ujar Haris lagi.

Pada kesempatan yang sama, peneliti dari Cyrus Network Hasan Batupahat mengatakan Jokowi harusnya berani bersikap tegas dan jelas untuk menyelesaikan konflik KPK dan Polri. Karena, Jokowi memegang kepentingan seluruh rakyat Indonesia, baik yang memilihnya maupun tidak. “Jokowi banyak bertindak sebagai presiden PDIP dan Partai Nasdem,” ujar Hasan.

Padahal, Jokowi presiden untuk rakyat Indonesia, baik yang pilih dia maupun yang tidak memilih dia. “Dia kan presiden rakyat, bukan presiden partai,” katanya.

Diungkapkan Hasan, rekam jejak Jokowi selalu membuat kebijakan yang bertentangan dengan kepentingan rakyat. Jokowi saat menjadi presiden, juga tidak punya kekuatan politik. “Yang punya kekuatan politik, ya, Mega dan Paloh. Pemerintahan akan bermasalah tanpa itu,” katanya.[yasin/Prb/ahmed/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version