View Full Version
Selasa, 27 Jan 2015

IPM Nilai Pemerintah Tidak Serius Menghadapi MEA 2015

JAKARTA (voa-islam.com) - Implementasi pasar tunggal ASEAN sudah diambang pintu. Namun, kesiapan Indonesia dan daya saing para pelaku usaha didalam negeri, untuk meghadapi era perdagangan bebas itu masih memprihatinkan.

Sebagai pasar tunggal dan kesatuan basis produsi, akan terjadi arus bebas atas barang, jasa, faktor produksi, investasi dan modal, serta penghapusan tarif bagi perdagangan antar Negara ASEAN. Dari total populasi ASEAN sebanyak 600 juta, penduduk Indonesia mencapai 250 juta. Ini menjadi potensi pasar yang paling besar. Namun jika tidak benar-benar siap, dengan kondisi pasar terbuka nanti. Indonesia bukannya meraih untung, tetapi malah buntung.

Berdasarkan kajian yang dirilis oleh Sekretariat ASEAN, pada penilaian tahap ke-3 (2012-2013), Thailand menjadi Negara yang paling siap menghadapi implementasi Pasar Tunggal ASEAN 2015, dengan tingkat kesiapan 84,6 persen, disusul Malaysia dan laos 84,3 persen, Singapura 84 persen, dan kamboja 82 persen.

Sedangan skor kesiapan Indonesia adalah 81,3 persen alias diurutan ke-6. Posisi Indonesia dalam perdagangan Intraregional ASEAN saat ini juga belum optimal. Total ekspor Indonesia ke Negara-negara ASEAN masih dibawah Singapura, Malaysia dan Thailand.

Menurut Eko Adriyanto selaku Ketua Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), ada empat faktor yang membuat daya saing Indonesia masih dibawah rata-rata Negara pesaing dikawasan ASEAN. Yaitu, kinerja logistik, tarif pajak, suku bunga Bank.

“Serta produktivitas tenaga kerja. Untuk bersaing Indonesia memerlukan peningkatan kapasitas produksi yang bernilai tambah melalui investasi,” katanya.

Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Palembang ini menambahkan, dalam produk industri tertentu Indonesia memang masih dianggap masih memiliki keunggulan terhadap Negara tetangga.

“Namun disektor industri jasa, Indonesia dipandang masih kalah dengan negara ASEAN lainnya. Sejumlah tantangan juga masih dihadapi sektor industri dalam negeri, seperti gejolak upah minimum, kepastian hukum, praktik ekonomi biaya tinggi dipelabuhan maupun jalan raya,” ungkapnya.

Mahasiswa pascasarjana Universitas Mercubuana ini berharap, perlu adanya midset bahwa “ASEAN adalah pasar Indonesia” dan “Think ASEAN”. Serta perlu peran aktif pemerintahuntuk mensosialisasikan MEA 2015 ini, didunia usaha, akademisi, media, lembaga non pemerintah dan tentunya Pelajar yang merupakan basis Ikatan Pelajar Muhammadiyah.

“Dalam hal ini, harus diakui Indonesia sudah kalah langkah. Thailand sudah punya ASEAN TV, sebuah stasiun televisi yang terus menyiarkan tentang kesiapan Thailand menyambut MEA 2015. Pertanyannya sekarang, kenapa media massa kita – mulai dari TVRI, RRI, dan berbagai lembaga penyiaran lainnya tidak didayagunakan MAKSIMAL untuk mensosialisasikan MEA? Perlu diingat, MEA bukanlah sekedar forum silaturahim antar negara ASEAN, tetapi juga akan menjadi arena persaingan ekonomi,” pungkasnya. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version