View Full Version
Senin, 02 Feb 2015

Media Sekuler dan Liberal Urat Malunya Sudah Putus

YOGYAKARTA (voa-islam.com) - Media-media sekuler dan liberal barangkali 'urat malunya' sudah putus. Tak henti-henti terus melakukan kampanye dan 'jualan' tentang Jokowi, agar publik tetap besimpati dan mendukung Jokowi.

Padahal, sudah sangat jelas dan faktual, Jokowi 'nggak becus' mengelola pemerintahan. Jokowi hanyalah seorang 'boneka' belaka.

Sekarang ini, kasus Polri dengan KPK, seandainya Jokowi independen, dan berani bersikap tegas, dan mengganti Komjen Budi Gunawan, maka masalah sudah selesai. Tapi, lagi-lagi sejatinya Jokowi, tidak memiliki independensi, dan menjadi 'boneka' Mega dan Surya Paloh.

Sekarang di angkat melalui media seperti Tempo, gerakan yang dilakaukan oleh Forum Rektor Indonesia,  di dalam forum itu, Widodo Muktiyo menyerukan agar komunitas akademikus di 3.200 kampus se-Indonesia ikut mengawal upaya pemerintah Presiden Jokowi menuntaskan sengketa Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Jangan sampai merugikan rakyat dan menyebabkan demokrasi mengalami kemunduran," kata Widodo.

Muktiyo mengatakan ihwal ini bersama puluhan akademikus lintas kampus kembali berkumpul di Gedung Pusat Rektorat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Mereka membahas molornya penuntasan konflik antara Komisi Pemberatasan Korupsi dengan Kepolisian Republik Indonesia, Ahad, 1 Februari 2015. 

Setelah berdiskusi, mereka menggelar aksi pernyataan bersama di depan Gedung Pusat UGM. Di tempat yang sama, Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Edi Suwandi Hamid menilai persoalan ini telah memicu masalah ketatanegaraan yang rumit dan mengarah pada penghacuran bangsa.

"Kalau bisa bicara, bicaralah, kalau bisa berbuat, berbuatlah, dan kalau punya kekuasaan, gunakanlah," kata dia. 

Dosen sosiologi politik UGM, Arie Sudjito juga menilai kelambanan Jokowi bisa menyebabkan demokrasi terancam. Karena itu, dia menyerukan segera ada gerakan kolektif masyarakat sipil untuk mendukung Jokowi melawan oligharki yang ditopang partai-partai pengusungnya.

Sejumlah guru besar put ikut bersuara keras di aksi pernyataan sikap itu. Guru Besar Fisipol UGM, Purwo Santoso menilai konflik antara KPK dengan Polri terjadi karena hukum telah menjadi senjata untuk berpolitik. "Saat ini, kondisi pemberantasan korupsi mendekati situasi gawat darurat," kata Purwo. 

Sedangkan Djamaludin Ancok, Guru Besar Fakultas Psikologi UGM, mengingatkan konflik KPK dan Polri telah mempermalukan Bangsa Indonesia di mata dunia.

Mengapa partai politik yang digebuki oleh media 'mainstream', bukanlah Abraham Samad,  yang menjadi Ketua KPK, juga wira-wiri berkongko-kongko ria dengan sejumlah tokoh, termasuk elite PDIP.

Tapi, ini tidak pernah disentuh oleh media mainstream, tapi hanya dianggap biang kerak. Komisiioner KPK itu bukan kumpulan para 'malaikat'. Bagaimana pun Jokowi telah bersikap tidak tegas, dia dipilih oleh rakyat, mestinya menapikan kepentingan partai, tapi semuanya tidak mampu dilakukan oleh Jokoowi. (dimas/dbs/voa-islam.com) 



latestnews

View Full Version