View Full Version
Selasa, 03 Feb 2015

Mengapa Mereka Musuhi KPK ?

Penulis: Amran Nasution,

Mantan Redpel Tempo, Wartawan Senior Voa-Islam.com

Refly Harun, pengamat hukum tata negara itu, menilai Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) akan terjepit jika terus memaksakan kehendak agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) melantik Komisaris Jenderal (Pol) Budi Gunawan menjadi Kepala Kepolisian RI (Kapolri).

Apalagi, Presiden Jokowi terlihat mulai berkelit dengan mencari dukungan dari partai oposisi yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP). Belum lama, misalnya, Jokowi bertemu Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto di Istana Bogor. Prabowo adalah rival utama Jokowi dalam pemilihan presiden yang lalu. "Coba bayangkan kalau seandainya tiba-tiba roda politiknya sedemikian rupa, komunikasi Jokowi lebih intens dengan KMP.

Maka demikian pada suatu titik yang endorse Jokowi itu KMP," kata Refly di Jakarta, 1 Februari 2015. Refly pun memprediksi partai anggota koalisi pendukung Jokowi atau Koalisi Indonesia Hebat (KIH) akan lebih memilih bersama Jokowi jika mantan Gubernur DKI Jakarta itu merapat ke KMP. Maka PDIP akan ditinggalkan sendirian. "Anggota KIH akan ditanya lebih memilih ke mana, ke KIH atau presiden. Kalau tiba-tiba pilihannya kepada Jokowi maka PDIP akan terjepit," kata Refly.

Menurut Refly, Presiden Jokowi lebih tepat memutuskan tak melantik Budi Gunawan. Jika pun tak melantik Budi, kata Refly, Presiden tak bisa dimakzulkan. Tak ada pelanggaran yang tergolong bisa dimakzulkan jika Jokowi batal melantik Budi sebagai Kapolri. Pendapat Refly tampaknya memang benar.

Bagaimana mungkin Jokowi dipersalahkan karena tak melantik Komisaris Jenderal (Komjen) Budi Gunawan menjadi Kapolri?

Bagaimana mungkin Jokowi dipersalahkan karena tak melantik Komisaris Jenderal (Komjen) Budi Gunawan menjadi Kapolri? Sementara Budi Gunawan sudah dinyatakan sebagai tersangka oleh KPK karena perkara korupsi. Ini menyebabkan KPK dimusuhi Polri dan PDIP, dua institusi yang sekarang menjadi pendukung utama Komjen. Budi Gunawan.

Menurut Ahmad Syafii Maarif, Ketua Tim Independen yang dibentuk Presiden Jokowi untuk memberi masukan berkaitan sengketa KPK dengan Polri, Presiden Jokowi sendiri memang mendapat tekanan dari partai pendukungnya, PDIP. Terlebih lagi, ucap Syafii, Jokowi diusung partai politik untuk menjadi Presiden, tapi dia bukan tokoh utama partai itu. Di tengah tekanan yang begitu besar, Syafii sempat meminta agar Jokowi tetap memihak rakyat. "Dia memang diusung partai tapi dia dipilih rakyat. Utamakan rakyat itu kan paling bagus. Kalau rakyat bela Presiden, koalisi nggak akan banyak (aksi)," imbuh Syafii.

Dia pun yakin partai nantinya akan mendengar suara rakyat apabila dorongan rakyat begitu luar biasa. Presiden Jokowi, lanjutnya, kini mendapat banyak dukungan sehingga tak perlu takut melawan tekanan partai. Tapi mengapa PDIP menekan Presiden Jokowi? Jawabannya tak sulit.

Itu tentu pengaruh Megawati, Ketua Umum PDIP yang sampai sekarang merupakan pendukung utama Budi Gunawan untuk menjadi Kapolri. Dalam kerepotan yang sekarang melibatkan KPK, Polri, dan PDIP, Megawati merupakan figur sentral. Betapa tidak? PDIP mencalonkan Budi Gunawan sebagai Kapolri, tak lain karena pengaruh Mega. Soalnya, Komjen Budi Gunawan adalah salah seorang ajudan Megawati ketika dia menjadi Presiden pada 2001 – 2004.

Tampaknya Budi Gunawan tak sekadar ajudan. Fakta-fakta membuktikan meski sudah tak lagi menjabat ajudan, hubungan Budi Gunawan dengan Megawati dan PDIP terus berlangsung. Menjelang pemilihan Presiden (Pilpres) yang lalu, misalnya, Komjen Budi Gunawan terlibat dalam penyiapan visi-misi Jokowi, calon Presiden dari PDIP, sebagaimana diungkapkan Trymedia Panjaitan, salah satu Ketua DPP PDIP.

Mestinya sebagai seorang jenderal polisi, Budi Gunawan tak boleh terlibat urusan partai politik seperti itu. Kemudian ketika Trymedia Panjaitan bertemu Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hadar Nafis Gumay di sebuah restoran di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, pada malam 7 Juni 2014 (menjelang Pilpres), di situ hadir pula Budi Gunawan.

Silahkan tafsirkan sendiri apa perlunya Budi Gunawan, yang ramai diisukan sebagai salah satu perwira tinggi Polri pemilik rekening gendut, hadir dalam pertemuan petinggi PDIP dengan komisioner KPU. Yang hendak dikatakan: dengan kehadirannya itu sangat jelas Budi Gunawan merupakan tokoh yang teramat penting bagi PDIP. Tapi sekarang Budi Gunawan dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Markas Besar Kepolisian (Mabes Polri) pun tampak tersinggung oleh keputusan KPK itu.

Soalnya, sebelumnya, Mabes Polri sudah melakukan klarifikasi bahwa Budi Gunawan tak terbukti melakukan korupsi atau gratifikasi. Dan anehnya kesimpulan Mabes Polri itu tanpa melalui sidang pengadilan yang berhak menentukan salah-benar suatu perkara. DPP PDIP pun tampaknya kecewa dengan langkah KPK itu, apalagi Ketua Umum Megawati.

Pengamat Politik UIN Jakarta, Zaki Mubarak mengatakan munculnya konflik antara Polri dengan KPK tak terlepas dari kepentingan PDI Perjuangan sebagai partai penguasa, untuk mengamankan Megawati Soekarnoputri. Zaki mengatakan, kasus Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang hendak diselidiki KPK menjadi pemicu kemarahan PDIP, terutama Megawati. "Ini dalam rangka mengamankan Ibu Mega dari kasus BLBI, mungkin ini ada kekhawatiran dari PDIP," kata Zaki kepada INILAH.COM, 28 Januari lalu. Untuk itu, kata Zaki, Megawati melalui PDIP meminta Jokowi menunjuk Komjen Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri.

Sebab, Budi sebagai mantan ajudan Megawati saat menjabat presiden akan bisa menyelamatkan Mega dengan kasusnya. ‘’Karena itu PDIP memaksa Budi Gunawan jadi Kapolri," katanya. Untuk sekadar mengingatkan, Ketua KPK Abraham Samad pernah menegaskan, tak akan ragu memanggil mantan Presiden Megawati Soekarnoputri dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI).

SKL BLBI dikeluarkan pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri sesuai Inpres Nomor 8/2002 dan Tap MPR Nomor 6 dan 10. Maka sejumlah pengusaha kakap seperti Syamsul Nursalim, Liem Swie Liong, Bob Hasan, dan lainnya terbebas dari utang ke Bank Indonesia. Mereka telah mengantongi SKL BLBI. Belakangan KPK mencium ada "permainan’’ dalam penerbitan SKL BLBI. Sejumlah pejabat pada waktu itu diperiksa sebagai saksi seperti Kwik Kian Gie, Rizal Ramli, dan Laksamana Sukardi.

Dan yang paling bertanggung jawab tentu Presiden pada waktu itu, Megawati. Apakah karena itu KPK harus dihancurkan?


latestnews

View Full Version