View Full Version
Senin, 09 Feb 2015

Jokowi Berkunjung ke Malaysia Hanya Menjadi Pecundang

JAKARTA (voa-islam.com) - Jokowi datang ke Malaysia ibaratnya hanya ingin mendapatkan gelar sebagtai ‘pecundang’ belaka. Tak lebih. Mestinya Jokowi tahu dirinya memimpin bangsa besar, bukan hanya ingin mendapatkan pujian dari Malaysia.

Justru Jokowi bukan memposisikan dirinya sebagai seorang negarawan yang menjadi pemimpin 250 juta  penduduk, dan luas wilayah tiga kali daratan Eropa. Pantas kalau orang Malaysia mencemooh bangsa Indonesia dengan sebutan yang hina sebagai : INDON.

Kedatangan Jokowi bukan untuk meningkatkan posisi Indonesia dalam kerjasama bilateral antara Indonesia dengan Malaysia, tapi hanya sekadar menandatangani MOU dengan fihak PROTON yang akan dijadikan mobnas (mobil nasional).

Sungguh sangat aneh bin ajaib. Kunjungan Jokowi itu, hanya selisih  beberapa, saat bersamaan perusahaan di Malayasia, yang minta diusir para ‘babu’ dari Indonesia.

Apa itu Proton?

Proton adalah simbol industri otomotif Malaysia. Keberadaan Proton sebagai mobil nasional di Malaysia telah menghambat investasi merk-merek global. Industri otomotif Malaysia jauh tertinggal dibanding dengan Thailand. Sejatinya Proton tak pernah sukses sebagai industri otomotif, dan menjadi beban negara itu.

Thailand yang tidak memiliki merek otomotif nasional, tetapi telah berubah menjadi Detroit Asia dengan banyaknya manufaktur otomotif berbasis di Thailand. Tidak saja jenis kendaraan jenis minibus yang dibuat di Thailand, tetapi juga jenis sedan dan double gardan yang mempunyai spesifikasi teknis lebih tinggi.

Model-model mobil terbaru pun kerap kali muncul dari negara Thailand. Banyaknya manufaktur pabrikan otomotif global di Thailand juga telah menumbuhkan industri penunjang otomotif yang ujungnya juga meningkatkan industri manufaktur di luar otomotif.

Menguntungkan Indonesia?

Di sini Indonesia seperti mendapat berkah.Karena merek global lebih memilih Indonesia sebagai tujuan relokasi manufatur di Thailand. Gayung pun bersambut, pemerintah sigap memilih meniru Thailand untuk menjadi basis manufaktur industri otomotif dunia. Lahirlah proyek LCGC (low cost green car) yang merupakan langkah awal menjadi basis otomotif global.

Proyek LCGC ini tergolong sukses, karena tidak saja mobil murah yang akan dibuat di Indonesia, tetapi mobil-mobil jenis di luar LCGC pun akhirnya dibuat di Indonesia untuk menekan harga setelah terjadi gap lebar di kelas mobil LCGC dan kelas di atasnya. Tapi, semua itu masih bersifat asumsi. Belum riil dalam usaha bisnis mobil jenis LCGC.

Menurut majalah bisnis terkemuka di dunia, The Economist, dalam situsnya pada 9 Juni 2014, menulis bahwa kesalahan terbesar Proton adalah minimnya inovasi. Manajemen Proton tidak memiliki inovator, yang mampu menjawab kebutuhan konsumen otomotif.

Namun, kenyataannya Proton bergerak lamban di tengah industri otomotif yang seharusnya bergerak lincah. “Proton hanya mampu memperkenalkan sedikit model baru, itu pun terkesan kuno dan ketinggalan zaman dibandingkan dengan standar produsen lainnya, seperti Toyota, Honda, dan Daihatsu,” tulis The Economistdalam analisis bisnis otomotif.

Ironi Proton

Ironi besar terjadi dengan langkah Jokowi menjadikan proton sebagai basis Mobil Nasional. Proton yang kesulitan mendapat pasar di luar Malaysia tentu saja menyambut baik melihat potensi Industri otomotif Indonesia dilihat dari jumlah penduduknya yang berjumlah 250 juta.

Malaysia sendiri merasa Proton menjadi batu sandungan merek global melakukan manufacture di Malaysia. Proton sudah menjadi seperti buah simalakama, ingin dimatikan tetapi sudah banyak modal yang digelontorkan dan alasan nasionalisme yang sudah terlanjur. Tetapi jika dilanjutkan industri otomotif Malaysia akan semakin tertinggal dengan Thailand dan Indonesia di ASEAN.

SBY yang mengikuti strategi Thailand di bidang otomotif justru dibuat mundur ke belakang oleh Jokowi dengan antri di belakang Malaysia. Jika dulu Jokowi menolak LCGC yang katanya merek asing, mengapa sekarang justru mengundang proton yang jelas-jelas 100% diimpor gelondongan dari Malaysia?

Jangan membual akan tumbuh 5,7%, untuk bisa bertahan sebagai anggota G20 saja sepertinya akan sulit. Ekspor dan impor yang terus turun di tiga bulan terakhir ini menunjukkan banyak kebijakan yang dibuat secara ngawur atas nama pencitraan.

Jokowi datang ke Malaysia hanya menandatangi MOU dengan PROTON, dan dirinya menjadi pecundang. (dimas/dbs/voa-islam.com)


latestnews

View Full Version