View Full Version
Jum'at, 13 Feb 2015

Kalau Tak Krasan di Kepala Banteng, Jokowi Dipersilakan Naik Garuda

JAKARTA (voa-islam.com) - Kami ini melakukan oposisi cerdas, seperti sikap Prabowo. Tapi, kalau Jokowi enggak kerasan di Kepala Banteng (PDIP), monggo naik Garuda (Partai Gerindra) Gerindra terbuka dengan KMP,” kata Ketua DPP Partai Gerindra FX Arief Poyuono di Balai Sarwono, Jakarta, Kamis (12/2).

Jika Jokowi bergeser ke dukungan Koalisi Merah Putih (KM) yang berintikan Partai Gerindra, Partai Golkar, PAN, PKS, PPP, dan PBB, menurut Arief, dukungannya di parlemen menjadi lebih maksimal. “Programnya bisa jalan dibanding kaum minimalis,” tuturnya.

Apalagi, tambah Arief, Jokowi sebenarnya sudah di-branding sejak menjadi Wali Kota Solo, Jawa Tengah, untuk menjadi wakil Prabowo Subianto.

Sementara itu Fahmi Hafel, Sip Direktur Executive Indonesia Development Monitoring menyatakan "semakin jelas saja Jokowi akan tinggalkan PDIP, Jokowi akhirnya membatalkan pelantikan Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri pada hari ini setelah Jokowi berkonsultasi dengan ketua DPR Setya Novanto dan keputusan Jokowi sepenuhnya didukung oleh Partai Golkar sebagai salah satu barisan KMP." ungkapnya kepada Voa-Islam.com.

"Tentu saja dukungan pembatalan pelantikan Budi Gunawan bukan hal yang terbebas dari transaksi ekonomi, politik dan hukum. Pembatalan pelantikan Budi Gunawan bisa diartikan sebagai tanda Jokowi mbalelo pada PDIP serta sinyal kuat akan meninggalkan PDIP partai yang mengusungnya saat Pilpres." tambahnya lagi.

Rupanya matematika politik Jokowi cukup akurat hitungannya karena visi misi Jokowi - JK akan berjalan sesuai program jika hengkang dari PDIP, dimana PDIP yang selalu tidak sadar bahwa Jokowi saat ini adalah pemimpin nomor satu di Indonesia tetapi selalu dianggap petugas partai.

Dengan Jokowi meninggalkan PDIP maka akan ada konfigurasi politik baru dengan bubar jalan Koalisi Indonesia Hebat yang berakibat akan ada reshuffle kabinet besar-besaran.

Hal ini dimungkinkan karena parpol di KIH yang lainya tidak terlalu signifikan untuk mendukung pemerintahan Jokowi dan mau tidak mau Nasdem, PKB dan Hanura harus kehilangan kursi atau dikurangi kursi di Kabinet Kerja Jokowi.

"Pembatalan pelantikan Komjen Budi Gunawan juga merupakan bisa disebut sebagai bargaining power antara KPK dengan sejumlah elit politik yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi seperti Ketua DPR RI Setya Novanto dalam kasus korupsi pengadaan proyek E- KTP, Zulkipli Ketua MPR kasus alih guna lahan hutan, Surya Dharma Ali kasus dana haji agar tidak di follow up oleh KPK. " imbuhnya.

Kredibilitas Polri sebagai institusi penegak hukum juga akan semakin hancur dengan dibatalkannya Pelantikan Komjen Budi Gunawan oleh Jokowi dan opini publik bisa menilai bahwa Polri adalah Institusi yang penuh dengan pratek gratifikasi dan korupsi.

"Kalau Flash back ke belakang Patut dicurigai pula bahwa Jokowi memilih Budi Gunawan untuk calon Kapolri untuk dia ajukan ke DPR mempunya beberapa makna yaitu sebagai cara Jokowi - JK untuk keluar dari penguasaan PDIP dengan bermain mata dengan KPK. Karena sebelumnya Budi Gunawan sudah dicoret merah oleh KPK. " urai Fahmi.

Makna lain adalah Menkopolkam sebagai ketua Kompolnas juga seharusnya turut bertanggung jawab dengan merekomendasi Budi Gunawan sebagai calon kapolri. Sebab sudah bukan rahasia umum informasi tentang Budi Gunawan yang dicoret KPK dan ini juga bagian strategi dari Surya Paloh melalui Menkopolkam untuk menguasai Jokowi dan menjauhkan Jokowi dari PDIP untuk memuluskan bisnis.

Fahmi menutup penjelasannya "sementara JK yang juga ikut mendorong BG menjadi Kapolri juga untuk kepentingan JK untuk bisa menguasai bisnis proyek APBN setelah gagal mengulingkan Aburizal Bakrie dari posisi Ketua Umum Golkar dengan memainkan Agung Laksono" [ahmed/adivammar/voa-islam.com] 


latestnews

View Full Version