View Full Version
Kamis, 26 Feb 2015

Langkah Awal Pemakzulan Ahok di DPRD Dimulai Hari Ini

JAKARTA (voa-islam.com) - Pada Kamis ini (26/2), DPRD DKI Jakarta akan menggelar sidang paripurna penggunaan hak angket untuk menyelidiki dugaan pelanggaran konsitusi yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Ahok.

“Sudah melalui prosedur di badan musyawarah sehingga sidang paripurna sudah bisa digelar,” ungkap Wakil Ketua DPRD DKI, Muhammad Taufik, Rabu kemarin (25/2).

Dijelaskan Taufik, dalam rapat paripurna nanti pengusul mengusulkan tentang hak angket, dilanjutkan dengan pandangan anggota fraksi, kemudian usulan dari panitia hak angket. Baru setelah itu disahkan.

Jajaran kepemimpinan DPRD DKI Jakarta telah memilih Jhonny Simanjuntak dari Fraksi PDIP sebagai ketua hak angket dan Triwisaksana dari Fraksi PKS sebagai wakilnya. Anggota panitianya berjumlah 33 orang.

Menurut Taufik, DPRD DKI Jakarta terpaksa menggunakan hak angket untuk menyelesaikan kisruh rancangan APBD DKI 2015 setelah ada ketidaksesuaian isi draf APBD yang diajukan Pemprov DKI ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dengan isi draf hasil kesepakatan bersama DPRD. Jika nantinya hak angket digunakan, secara otomatis Ahok telah dimakzulkan untuk proses penyelidikan oleh DPRD.

Sebelumnya, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi yang biasa membela Ahok mengungkapkan kekecewaannya kepada Ahok. Karena, Ahok bertindak seenaknya dengan mengajukan APBD berbeda dengan yang disahkan dalam paripurna kepada Kemendagri. Padahal, kata Prasetyo, dialah yang terus membela Ahok di kalangan anggota lain DPRD, termasuk saat percepatan proses pengumuman dan pelantikan Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta.

“Saya sudah jaga dia, tetapi dia kok bertindak seenaknya. Intinya, permasalahan ini kurang komunikasi kepada orang-orang di DPRD,” ungkap Prasetyo.

Seharusnya, lanjutnya, Ahok dapat menjaga etikanya sebagai seorang pemimpin. Jika setiap manusia memiliki sikap saling menghargai, pertentangan ini tentunya tidak mungkin terjadi. Sebagai Ketua DPRD, Prasetyo pun mengajak Ahok bekerja bersama membangun Jakarta. Karena, pihaknya telah diminta Jokowi untuk bekerja baik bersama gubernur.

“Saya punya pikiran soal APBD ini. Maret seharusnya kami sudah bicara soal APBD Perubahan dan 16 November sudah ketuk palu APBD-P. Tapi, kalau keadaannya begini, mana bisa terjadi?” ujar anggota Fraksi PDIP itu.

Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Ahok juga bertindak seenak-enaknya, dengan melanggar aturan. Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil KKP Sudirman Saad mengatakan, Ahok melanggar aturan soal izin reklamasi 17 pulau di utara Jakarta. Juga soal reklamasi Pantai Pluit. Namun, Ahok kemudian “buang badan”, dengan mengatakan izinya sudah diurus pada masa Gubernur Fauzi Bowo atau Foke.

Respons Ahok yang seperti orang awam itu pun membuat Sudirman Saad mengingatkan kembali untuk mengikuti tahapan dalam memberikan izin reklamasi. Sudirman Saad mengungkapkan, permasalahan reklamasi Pantai Pluit ini adalah wewenang Ahok, bukan Gubernur DKI Jakarta sebelumnya.

Menurut Sudirman Saad, ketika era Gubernur Fauzi Bowo, yang dikeluarkan baru izin prinsip, bukan reklamasi, sehingga Ahok tak bisa melempar tanggung jawab ke Foke.

“Saya tidak tahu apakah Pak Ahok ketika memberikan izin reklamasi yang diiklankan itu, itu tahapan ini sudah dilewati, karena harus dilewati dan peraturannya sudah berlaku semenjak 2012. Ini waktunya zaman Pak Foke bukan izin reklamasi, tapi baru izin prinsip. Kecuali yang sebelah barat. Jadi, menurut saya, tidak bisa dilempar ke Pak Foke karena ini urusan Pak Ahok,” kata Sudirman, 12 Februari lalu.

Reklamasi pantai, tambahnya, harus memenuhi beberapa tahapan. Pertama: perencanaannya harus terakomodasi dulu di dalam perda tentang zonasi. Kedua: tidak boleh langsung izin pelaksanaan reklamasi.

Sudirman menjelaskan, developer wajib melakukan studi analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) sehingga memperoleh izin lingkungan. Itu untuk memastikan rencana reklamasi tidak dekstruktif terhadap lingkungan. Poin penting lainnya, lanjut Sudirman, adalah memastikan volume area yang akan diuruk, selain juga memastikan tempat asal pengambilan tanah urukan.

“Jangan-jangan nanti mengambil material dari pulau, pulaunya bisa hilang atau mau mengambil dari mana, itu harus dijelaskan dalam perencanaan reklamasi. Setelah semua itu ada baru izin pelaksanaan izin reklamasi. Setelah itu dikeluarkan, baru boleh. Itu tahapan-tahapan yang harus dilalui,” tutur Sudirman.

Pada 10 Februari lalu, dalam Rapat Dengar Pendapat Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil KKP dengan Komisi IV DPR, Sudirman Saad juga mengungkapkan,  Ahok telah memberikan izin untuk reklamasi 17 pulau di utara Jakarta ke PT Agung Podomoro Group. Dan, Sudirman mengatakan proyek reklamasi di Teluk Jakarta yang digarap PT Agung Podomoro Group dengan izin Ahok itu menyalahi aturan.

Menurut Sudirman, reklamasi tersebut dilakukan tanpa izin dari KKP.

“Izin reklamasi itu bukan kewenangan kepala daerah, tapi Menteri Kelautan dan Perikanan. Reklamasi untuk 17 pulau belum pernah ada izin dari kementerian,” kata Sudirman.

Pembicaraan dengan Gubernur Jakarta ihwal reklamasi hanya pernah perlangsung saat Ahok masih berstatus pelaksana tugas gubernur. Pembicaraan sebatas menjanjikan bakal menyelesaikan peraturan daerah terkait zonasi laut.

“Pada saat Pak Jokowi masih menjabat gubernur, pernah bertemu dengan Menteri Kelautan dan Perikanan sebelumnya, yakni Pak Cicip. Namun, kesepakatan yang dihasilkan hanya terkait penyelesaian perda zonasi laut. Yang ditargetkan minimal 2014 atau 2015,” ujar Sudirman.

Ia menegaskan, sesuai dengan mekanisme, setelah perda selesai baru reklamasi dilaksanakan. Izin reklamasi baru dapat diberikan jika ada alokasi tata wilayah dan tata ruang. Sebab, di Jakarta ada pipa kabel bawah laut yang sangat banyak. Pipa kabel membentang dari tengah Laut Jawa ke Muara Karang, dan ditarik ke Tanjung Perak-Surabaya serta Tanjung Priok.

Tak diragukan lagi, katanya, reklamasi tersebut bakal menimpa pipa dan karena itu dinilai berbahaya.

“Dalam rapat tingkat Menteri Koordinator Perekonomian, terkait izin reklamasi di utara Jakarta tersebut, masih dalam status quo. Karena, ini melanggar. Sebentar lagi akan dipanggil DPR,” tuturnya.

Sebelumnya, sewaktu masih menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta, Januari 2014 lalu, Ahok memang terkesan ngotot ingin membangun program reklamasi 17 pulau. Selain dapat menanggulangi banjir di kawasan utara Jakarta, ia meyakini program tersebut lebih menguntungkan karena mampu menarik para investor mereklamasi pulau. Maka, ketika Ahok akhirnya menjadi Gubernur DKI Jakarta, yang sekarang masih dalam hitungan bulan, izin reklamasi itu ia keluarkan.

Karena kasus ini menguarkan bau tak sedap, tampaknya aparat hukum, entah itu Komisi Pemberantasan Korupsi atau Kejaksaan Agung, tak boleh tinggal diam “menunggu bola”. Usut pelanggaran aturan ini hingga tuntas dan ungkap ada “permainan” apa sebenarnya di balik semua ini. Karena, negeri ini punya aturan dan perundang-undangan, yang diperjuangkan keberadaannya oleh banyak orang dengan mengorbankan darah dan nyawa. [Yasin/Pur/pribuminews/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version