JAKARTA (voa-islam.com) - Negara macam apa dan sedang dibawa ke mana sebenarnya negara ini? Beberapa waktu lalu, seorang teknisi televisi digerebek polisi karena membuat televisi dari hasil daur ulang pesawat televisi yang rusak.
Lalu, dalam pekan ini, Satpol PP DKI Jakarta menggerebek bengkel odong-odong, kendaraan untuk permainan anak-anak, karena odong-odong suka beroperasi di jalan raya.
Lalu, jauh sebelumnya, tahun 2010 lalu, ada petani dipenjara tujuh bulan gara-gara menjual benih jagungnya sendiri, yang tidak ada sertifikatnya. Nama petani itu Kuncoro.
Benih miliknya tidak bersertifikat dari lembaga terkait. Padahal, menurut Kuncoro, hasil benih itu sama bagus dan tidak kalah dengan jenis hibrida yang lain. Tapi, petani tidak diperbolehkan mengembangkannya.
“Tanggal 16 Januari 2010, saya masuk penjara. Gara-garanya saat musim panen, jagung yang saya penen saya jual lagi ke petani lain dan saya dipenjara. Alasannya, benih jagung saya tidak melalui uji laboratorium. Lo, petani seperti saya uji laboratorium di mana?” kata Kuncoro di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis(27/9).
Kuncoro berada di MK karena menggugat aturan yang telah merugikan petani itu. Karena, dengan adanya aturan tersebut, ia dan petani lainnya terpaksa harus membeli benih produksi pabrikan.
Kuncoro dan kawan-kawannya pun mengajukan uji materiil Undang-Undang Nomor 12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (UUSBT) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Undang-undang yang dijeratkan kepada petani itu Undand-Undang Nomor 12/1992. Kalau bisa, pemerintah itu harus merevisi undang-undang itu,” tutur Kuncoro.
Anggota tim advokasi dari Farmer Initiatives for Ecological Livelihoods and Democracy (FIELD) Aditiajaya dalam kesempatan yang sama juga mengatakan, untuk memperoleh sertikasi itu tidak mudah. Karena, hanya bisa dipenuhi oleh perusahaan yang punya uang.
“Semula, benih diadakan sendiri oleh petani. Mereka punya koleksi benih di setiap daerah. Tapi, gara-gara undang-undang itu, semua harus memperoleh izin dan izinnya itu tidak mudah. Hanya bisa dipenuhi oleh perusahaan yang punya uang,” ungkap Aditiajaya.
Selain Kuncoro, yang masuk dalam daftar pemohon uji materiil undang-undang itu adalah FIELD, Indonesian Human Rights Committee For Social Justice, Aliansi Petani Indonesia, Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia, Bina Desa, Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan, Serikat Petani Kelapa Sawit, Sawit Watch, Serikat Petani Indonesia, dan Aliansi Gerakan Reforma Agraria. Mereka menggugat pasal 5, 6, 9, 12, dan pasal 60 undang-undang itu karena dinilai bertentangan dengan UUD 1945. [ton/pur/pribuminews/voa-islam.com]