JAKARTA (voa-islam.com) - Mulai terkuak dugaan hasil pemilihan presiden 2014 adalah curang. Kecurangan itu dibongkar oleh politikus Nasional Demokrat Akbar Faizal membuat surat yang ditujukan ke Deputi Kantor Staf Kepresidenan Yanuar Nugroho.
Nyatanya, isi surat yang mengkritik Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Pandjaitan tersebut bocor ke publik. Alhasil, isi surat yang bernada menyerang iu menjadi perbincangan ramai di media social.
Surat tersebut sebenarnya berisi sindiran tentang rencana pengangkatan beberapa alumni Universitas Harvard untuk menjadi staf Luhut Panjaitan. Akbar mengakui surat itu dibuatnya. Pun dengan Luhut sudah meresponnya.
“Waktu saya ceramah di Harvard Bisnis School itu ada anak-anak Indonesia yang sekolah di sana itu melamar masuk ke mari. Salah? Enggak ada yang saya agungkan kok. Jadi bagusnya lihat konteks dulu. Jangan buru-buru ngomel gitu,” ujar Luhut.
Berikut isi lengkap surat anggota Komisi III DPR tersebut yang beredar di Twitter itu:
Yth. Pak Yanuar Nugroho, sy Akbar Faizal alumni IKIP Ujung Pandang jurusan Sastra (S1) dan Komunikasi Politik (S2) UI. Sekarang anggota DPR RI. Sy ucapkan selamat atas jabatan mentereng sbg deputinya Jenderal Luhut.
Pak Luhut dulu bagian dari tim kampanye Jokowi-JK dan jg Tim Transisi. Ada beberapa peran Pak Luhut yang cukup layak utk dicatat dalam pemenangan Jokowi meski menurutku tdk sebesar peran Megawati yg memerintahkan PDIP hingga ke akar rumput untuk memenangkan Jokowi.
Sesungguhnya Jokowi tak akan jadi Presiden jika PDIP atawa Mega tdk merekomendasikan Jokowi. Hal yang sama juga terjadi pada Surya Paloh, Muhaimin Iskandar, Wiranto dan belakangan Sutiyoso. Selanjutnya bergabung berbagai relawan seperti Projo, Bara JP, Seknas, dll.
Tak boleh dilupakan sayap2 partai pengusung seperti PIR dari Nasdem dalam komando Martin Manurung dan Relawan Cik Ditiro dalam komando kawan2 PDIP.
Pasukan PKB terutama Marwan Jafar berjibaku dengan kami di Timkamnas dalam komando Cahyo Kumolo dan Andi Wijayanto berkeliling Indonesia meneriakkan “Pilih Jokowi karena bla…bla…bla…” Tak ada anak Harvard di tim pemenangan kami. Yg agak jauh kuliahnya itu paling Eva K. Sundari yang pernah sekolah di Inggris entah di mana.
Saya tak terlalu paham pula apakah di Inggris sana dia menemukan suaminya yang orang Timor Leste dan membuatnya dimaki setiap hari oleh tim Prabowo sebagai Katholik sejati atau pengkhianat bangsa dst.
Rieke Pitaloka setahu saya kuliah di UI namun berkeliling dari kampung ke kampung sepanjang Jawa untuk meyakinkan ibu2 untuk memilih Jokowi dan berakibat dia disumpahi sebagai keturunan PKI di semua medsos.
Ada pula yg bernama Teten Masduki yg setahu saya hanya alumni IKIP Bandung namun fokus ke Jawa Barat dan meyakinkan semua seniman2 bermartabat utk mendukung Jokowi seperti Slank atau Iwan fals atau Bimbo.
Jika Anda tahu tentang “Konser 2 Jari” yang menjadi pamungkas kampanye dan membalikkan persepsi publik tentang besarnya dukungan massa terhadap Jokowi dan Prabowo di masa2 krusial saat itu, itu adalah kerjaan Teten.
Pak Luhut sendiri setahu saya (dan sesungguhnya sy sangat tahu masalahnya) banyak menghabiskan waktu di kantor pemenangan yang dibentuknya di Bravo 5 Menteng dan berdiskusi or menelepon banyak orang yg saya dengar sebagai “orang LBP” entah di mana saja.
Beberapa kali saya rapat dengan tim mereka di mana hadir para pensiunan Jendral yang –mohon maaf– masih merasa sebagai komandan pasukan dengan berbagai kewenangan.
Juga proposal beliau tentang sistem IT beliau yang cukup memarkir mobil di depan KPU dan seluruh data2 bisa tersedot. Kami di Jl. Subang 3A –itu markas utama pemenangan Jokowi Mas– terkagum2 membayangkan kehebatan teknologi Pak LBP sekaligus mengernyitkan dahi tentang proses kerja penyedotan data tadi. Sy yg pernah menjadi wartawan senyum-senyum saja sebab sedikit paham soal IT.
Senyumanku semakin melebar saat membaca jumlah dan yg dibutuhkan utk pengadaan teknologi sedot-menyedot tadi. Dalam hal massa, tercatat 2 kali LBP mengumpulkan masy Batak di Medan dan Jkt utk mendukung Jokowi-JK.
Mas Yanuar, sy merasa perlu menulis spt ini sebab saya merasa kantor Anda terlalu jauh mendeskripsikan diri akan tugas dan kualifikasi staf sebuah kantor Kastaf Presiden. Sebenarnya sy tak perlu terlalu menanggapi soal Harvard ini. Sy jg pernah ke sana tp sbg turis. Otak saya memang tak akan mampu kuliah di sana. Lha wong sy org desa.
Bahasa Bugis sy juga jauh lbh lancar dari Bahasa Inggris saya. Namun soal Harvard ini mmebuat saya merasa “koq kalian menghina bangsamu sendiri? Merendahkan kualitas pendidikan bangsamu yg kabarnya akan kau katrol kualitasny dgn cara memasukkan orang Harvard atau entah dari mana lagi di luar negeri sana.
Mengapa kalian semakin jauh dari ‘kesepakatan awal kita di tim dulu utk menghormati bangsamu sendiri? Mengapa kalian makin kurang ajar saja? Saya sebenarnya pernah ingin mempersoalkan lembaga bernama Kastaf ini sebab sejujurnya “tak ada” dlm perencanaan kami di Tim Transisi dulu.
Sekadar menginfokan ke Anda Mas bhw Tim Transisi itu dibentuk Pak jokowi untuk merancang pemerintahan yg akan dipimpinnya. Tapi saya sungguh tak nyaman mempersoalkan itu sebab akan dituding macam2. Mis, akh… krn AF kecewa tdk jadi mentri dll.
Dan msh byk lagi sebenarnya yg ingin sy pertanyakan. Termasuk surat presiden ke DPR ttg Budi Gunawan yg disusul kontroversi2 lainnya. Ke mana para pemikir Tata Negara di sekitar Pak Jkw skrg? Yg kudengar selanjutnya malah pengangkatan Refly Harun sbg Komisaris Utama Jasa Marga.
Mungkin Bu Rini anggap Refly sangat paham soal Tol karena setiap hari melalui macet persoalan yg pak jkw katakan dulu akan lbh mudah menyelesaikannya sbg presiden ketimbang sbg Gub DKI– dr rumahnya di Buaran sana. Mas yanuar, sbg anggota DPR pendukung pemerintah dan insyaallah punya peran (meski sgt kecil) terhadap kemenangan Jkw -JK,… saya ingin kalian di istana fokus pada tugas yg lebih membumi.
Mis, jangan biarkan kami di DPR dihajar bagai sansak oleh orang2 Prabowo dalam kasus kebaikan tunjangan mobil pejabat, misalnya, hanya karena kalian tak mampu berkomunikasi dgn kami di DPR (atawa parpol pendukung. Ini jg satu soal sendiri karena terbaca dgn kuat kalau kalian ring 1 preaiden kini sukses melakukan Deparpolisasi) dan atau gagal meyakinkan publik akan seluruh keputusan2 presiden/pemerintah. Soal sesepele ini tak perlu kualitas Harvard.
Sy merasa mengenal bbrp org di istana negara tempat Anda berkantor sekarang. Entah apa mrk (masih) mengenal sy sekarang. Tp sy nggak memikirkannya. Sy hanya minta kalian di sana berhenti melakukan hal yg tak perlu spt deklarasi soal Harvard yg akan masuk Istana
Sekali lagi, sy sebenarnya tak perlu menulis panjang lebar seperti ini hanya utk menanggapi soal Harvard ini. Tapi saya hrs lakukan sebab menurutku kalian makin jauh dari seluruh rencana awal kita. Dan sayangnya, seluruh rencana awal itu saya pahami dan terlibat di dalamnya.
Saya sekuat mungkin berusaha menghindari kalimat2 keras utk memahami apa yg kalian lakukan di sana. Tapi sepak terjang kantor Mas Yanuar bernama Kastaf Kepresidenan itu makin jauh. Terakhir, saya sarankan agar menahan diri dalam memberikan masukan ke presiden.
Jangan racuni pikiran presiden yg polos dgn permainan yg dulu kami hindarkan beliau lakukan meski kadang gregetan lihat langkah2 tim Prahara Terkhusus dengan Pak JK, saya minta kalian berikan rasa hormat.
Tgl 9 Juli lalu, 53% penduduk Indonesia memilih Jokowi – JK dan bukan Jendral Luhut Binsar Pandjaitan apalagi Anda2 yg bergabung belakangan.
Jadi tak aneh kalau dari mulut Mega keluar kata 'penumpang gelap' saat berlangsung Kongres PDIP di Denpasar, Bali. Siapa yang oleh Mega disebut dengan kata 'penumpang gelap'? Berbagai medai menyebut Jendral Luhut B.Panjaitan, Andi Widjoyanto, dan Rini Suwandi. Benarkah?
(abimantrono/bp/voa-islam.com)