MEDAN (voa-islam.com)- Di zaman Jokowi warga Nahdiyyin bertambah miskin dan mlarat. Pengakuan itu disampaikan oleh tokoh Nahdiyyin, yang mengaku bahwa warga Nahdlatul Ulama (NU) bertambah miskin dan mlarat, dan sebagain besar mereka berada di bawah garis kemiskinan, ujar Ketua PBNU yang juga Ketua SC Muktamar ke-33 KH.
Slamet Effendi Yusuf mengatakan bahwa hal demikian terjadi karena pemerintah saat ini tergadai kepentingan-kepentingan praktis di dalam ekonomi.
Selain itu, pemerintah dinilai olehnya karena tidak memperhatikan 20 persen masyarakat Indonesia yang sebetulnya berpotensi meningkatkan ekonomi. Namun, dalam 20 persen yang ada, hanya 8 persen saja yang pemerintah dapati.
Terkait pemerataan, persoalan ini seharusnya dibawa kepada masyarakat yang lebih besar, para mustadh’afin, fakir dan miskin. 80 persen kekuatan ekonomi ada pada 20 persen masyarakat Indonesia, 20 persen pun yang hanya menguasai perekonomian hanya 8 persen saja. Persoalan pemerataan adalah masalah yang serius karena sebagian besar warga NU adalah berada pada garis kemiskinan,” jelasnya dalam pembukaan Pra-Muktamar NU di Pesantren al-Kautsar al-Akbar, Medan, Sumatera Utara, Ahad (17/05/2015) siang seperti yang dikutip dari website resmi Nahdlatul Ulama, NU online.
Pada acara pembukaan ini, hadir KH A Mustofa Bisri (Rais Aam PBNU), KH Said Aqil Siroj (Ketua Umum PBNU) beserta jajaran pengurus PBNU lain, KH Sholahuddin Wahid (Pengasuh Pesantren Tebuireng), Gatot Pujo Nugroho (Gubernur Sumatera Utara), Kapolda Sumut, Pangdam Sumut, H Ashari Tambunan (Bupati Deliserdang), dan lain-lain.
Dalam acara ini juga dilakukan peresmian Universitas Nahdlatul Ulama Sumatera Utara (UNUSU) serta pengenaan kain ulos kepada jajaran pengurus PBNU, serta para tamu lain. Tradisi pemakaian kain khas Medan dilakukan oleh warga Medan kepada tamu-tamu sebagai tanda persaudaraan yang kuat. (Fathoni/Robigusta Suryanto/voa-islam.com)