JAKARTA (voa-islam.cocm) - Secara pasti ekonomi makro Indonesia memasuki lampu merah. Ekonomi Indonesia mendekati 'kiamat kubro'. Dengan berbagai kenaikan harga energi dan pangan, dampaknya pasti menjerumuskan Jokowi menuju killing ground dan tsunami politik, ujar Rizal Ramli.
Meski kaum relawan terus membela Jokowi karena ada yang membiayai dan mendukung secara finansial, terpuruknya ekonomi tidak akan mampu menolong rakyat dan menolong citra Jokowi yang kita cemaskan sudah masuk killing ground tadi. Publik merindukan pembaruan dan penguatan ekonomi dan sosial di era Jokowi, dan jangan ada lagi kebohongan publik.
Enam bulan terakhir ini penjualan retail anjlok 30%, Tanah Abang anjlok 50%, PHK meningkat, nilai tukar rupiah atas dolar AS terus terpuruk dan kini berada di angka Rp13.400 per dolar AS, serta pertumbuhan ekonomi Q-Q negatif selama dua semester.
Jokowi dan Kabinet Kerja tak mampu menanggung beban empat defisit yang telah diwariskan pemerintahan SBY kepada Presiden Jokowi. Yaitu defisit neraca perdagangan, defisit transaksi berjalan, defisit neraca perdagangan, serta defisit anggaran negara.
Di tengah quarto-defisit era SBY, dengan posisi ekonomi sudah lampu kuning, para pendukung Jokowi memberikan impian 'palsu' serba optimistis dan melupakan bahaya ekonomi RI sudah lampu kuning. Tujuan hanya menipu rakyat dengan berbagai opini positif pemerintahan Jokowi. Walaupun rakyat sudah sekarat.
"Kabinet yang seharusnya Trisakti, dengan pejabat-pejabat yang kompeten, memiliki leadership dan integritas, diisi dengan team KW2 dan KW3. Lampu mulai merah," kata ekonom senior, Rizal Ramli, dalam akun twitternya @RamliRizal, Kamis, 28/5/2015.
Dari segi integritas, Rizal Ramli melihat tim baru umumnya lemah kapasitas dan banyak yang salah tempat dan payah. "Timt ekuin sibuk tanpa policy," ungkap Rizal.
Ingat bahwa tugas menteri adalah merumuskan strategi, kebijakan dan program. Sementara Dirjen dan Direktur melaksanakannya. Untuk aktivitas merupakan wilayah Ka-Subdit, dan bukan wilayah menteri.
Menteri yang sibuk soal aktivitas, sekadar buka sini buka situ, merendahkan dirinya sendiri dengan menyamakan diri bagaikan Ka-Subdit yang mencari perhatian dengan kualitas kerja rendahan. Semua itu, hanyalah ingin mengikuti Jokowi, karena tidak mampu membuat policy yang strategis, karena tidak mampu 'mikir' yang rumit.
Menteri suka blusukan seperti Jokowi, tapi kenyataannya rakyat bertambah sekarat bukan lebih baik kondisi mereka. Jokowi pasti akan menghadapi killing ground dan tsunami ekonomi-politik, karena dia tidak memiliki leadership yang kuat, dan hanya jualan blusukan, yang sudah basi. (dta/dbs/voa-islam.com)