JAKARTA (voa-islam.com) - Menjelang persiapan pertarungan 'hidup-mati' dalam pilkada serentak yang akan berlangsung September mendatang, Pemilihan Presiden 2019, sekarang semua partai politik sudah 'prepare' (ancang-ancang) menghadapi perang bubat itu. Mereka menyiapkan 'amunisi' yang bakal digunakan perang.
Upaya menggasak dana politik dari APBN 2016 terlihat dari kuatnya ambisi DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) memperjuangkan dana aspirasi senilai Rp 11,2 triliun serta upaya mencairkan dana bantuan partai politik hingga Rp 10 triliun pertahun. Ini benar-benar 'merampok' uang rakyat yang sangat tidak bermoral.
Sementara itu, kondisi perekonomian Indonesia saat ini tidak dalam keadaan yang sekarat dan megap-megap. Tidak layak dana sebesar digunakan hanya untuk kepentingan pilkada dan pilpres, apalagi hanya untuk menipu rakyat, dan hanya melahirkan pemimpin kelas 'KW'.
Selanjutnya, Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menilai persiapan pembahasan RAPBN 2016 telah menimbulkan gejala kuat adanya perampokan sistematis anggaran rakyat untuk dana politik.
"Kami harap DPR bisa lebih terbuka matanya dan lebih objektif memperjuangkan kepentingan rakyat. Saat ini jelas bahwa kepentingan partai politik di DPR begitu dominan menekan pemerintah cairkan dana-dana politik secara legal," ujar Apung yang mewaliki FITRA di sela diskusi di bilangan Cikini, Jakarta, Ahad (28/6).
Apung menganggap APBN seharusnya bisa lebih diprioritaskan untuk membiayai belanja publik di sektor publik, kesehatan, dan pangan. DPR patut prihatin terlebih mengingat defisit APBN-P 2015 mencapai Rp 220 triliun atau hampir mendekati 1,9 persen.
Bahkan, berdasarkan catatan FITRA, APBN 2016 disinyalir mencapai defisit 2,2 persen yang berpotensi mencari utang luar negeri untuk menutup defisit dengan nilai taksiran mencapai Rp 150 triliun. "Jadi jelas dana-dana yang ngotot diperjuangkan parlemen itu belum mendesak dan belum dibutuhkan," ujar Apung.
Namun, DPR, partai politik, dan pemerintah lebih suka menutup mata terhadap berbagai keluhan rakyat, dan terus merealisasikan uang berupa dana aspirasi dan partai yang jumlah sangati signifikan. Bukan menahan hawa nafsu mereka, tapi terus memanjakan hawa nafsu mereka dengan mengeruk uang rakyat. (dita/dbs/voa-islam.com)