JAKARTA (voa-islam.com) - Dulu di awal era reformasi, ketika Indonesia dipimpin Gus Dur (Abdurrahman Wahid), kehidupan politik sangat kacau-balau.Istana seperti 'warung kopi', orang datang pergi, semaunya, terutama yang punya kepentingan dengan Gus Dur.
Tentu di era Gus Dur itu, yang paling menarik dan perlu diingat, menterinya gonta-ganti, seperti mengganti baju. Seperti orang mengganti baju, setiap hari ganti baju. Gus Dur paling demen mengganti menterinya. Tak jelas sebab musababnya. Setiap ada kritikan terhadap menterinya, maka dengan ringan Gus melorot menterinya.
Sekarang di zaman Jokowi, belum setahun, akibat gonjang ekonomi dan politik, maka Jokowi dengan ringannya, dipastsikan akan melorot menterinya. Persis nasib para menterinya seperti nasib rupiah yang terus melorot.
Terbetik kabat, empat menteri dipanggil Jokowi diantaranya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Tedjo Eddy Purdjiatno, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil, Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, serta Menteri Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Andrinof Chaniago. Tedjo dan Gobel datang terlebih dahulu sekitar pukul 19.00 WIb.
Sudah terlalu sering dikmundangkan lagu 'reshufle' oleh para pendukung Jokowi, karena kondisi Indonesia semakiin terpuruk. Ekonomi ambruk, rupiah terus nyungsep, inflasi membengkak, daya beli menurun, penangguran berjibun, potensi des-integrasi bangsa semakin kuat.
Tentu, semua membuat kondisi bangsa semakin terpuruk rakyat menjerit. Ujung-ujungnya yang disalahkan para menterinya. Bukan dinilai kemampuan Jokowi dalam memimpin negara. Bukankah para menteri sebelum diangkat sudah melalui berbagai pertimbangan dengan sangat teliti, tapi sekarang mau dilorot? Adakah jaminan dengan menteri baru semua beres? Nol besar.
Hanya tragisnya ujung dari kekuasaan Gus Dur dilengserkan melalui 'people power', gerakan rakyat yang sudah 'mules' perutnya melihat gaya kepemimpingan Gus Dur. Negara menjadi acak adul, selama Gus Dur.
Mungkin Gus Dur hanya dipuji oleh orang-orang Cina, karena menjadi agama Kung Huchu sebagai agama resmi di Indonesia. Makanya, ketika Gus mati banyak orang Cina yang menangis, seperti kehilangan bapaknya. (dita/dbs/voa-islam.com)