View Full Version
Rabu, 02 Sep 2015

KPK Menjadi Alat Rezim Jokowi, Perwira Polisi dan Staf Ahli BIN Capim KPK?

JAKARTA (voa-islam.com) - Mungkinkah KPK akan menjadi alat rezim Jokowi untuk menghancurkan lawan-lawan politiknya dengan stempel tersangka? Bersamaan dengan delapan nama-nama calon pimpinan KPK yang diserahkan kepada Presiden Jokowi?

Di mana dari sejumlah nama itu  terdapat unsur BIN, polisi, hakim, dan pejabat lembaga negara. Sementara iltu, Presiden Jokowi mengumumkan delapan nama calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi hasil seleksi tim panitia seleksi itu di Istana Negara, Selasa, (1/9/15).

Menurut Presiden, ia tak akan melakukan campur tangan terhadap hasil seleksi itu dan akan mengirimkan ke-delapan nama itu ke DPR, untuk dilakukan uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test)

"Segera, besok saya siapkan suratnya untuk segera saya sampaikan kepada DPR," kata Jokowi seperti dikutip oleh berbagai wartawan di Jakarta.

Dari delapan nama hasil seleksi yang diterima Presiden, tidak terdapat nama Jimly Asshiddiqie -bekas Ketua Mahkamah Konstitusi.

Lepas dari kekuatiran para pegiat anti korupsi tentang kuatnya upaya lembaga-lembaga pemerintah menyodorkan calon, terdapat dua nama di seleksi akhir yang terkait unsur pemerintah.

Yakni Staf ahli Kepala Badan Inteljen Negara, BIN, Saut Situmorang yang direkomendasikan oleh Menko Pulhukam Luhut Panjaitan, dan Brigjen (Pol) Basaria Panjaitan. Juga terdapat hakim Ad Hoc Tipikor PN Jakarta Pusat Alexander Marwata, dan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintahan Agus Rahardjo.

Unsur yang tak terkait lembaga pemerintah juga berjumlah empat orang: pengacara publik Surya Tjandra, akademisi Universitas Hasanuddin Makasar, Laode Muhammad Syarif, serta dua tokoh dari KPK: Johan Budi SP (Pelaksana tugas pimpinan KPK), dan Sujanarko (Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Sama Antar-Komisi dan Instansi KPK)

Ketua Pansel Destry Damayanti mengatakan, pemilihan itu sama sekali tak didasarkan pada keterwakilan, melainkan pada, terutama integritas dan kompetensi.

"Kita berusaha senetral mungkin," papar Destry. "Kita tak melihat dari unsur mana pun asalnya. Kita melihat benar-benar berdasarkan kemampuan individual," tegasnya.

Munculnya nama staf ahli Kepala BIN, misalnya "karena dia memiliki kemampuan IT. Dia bisa mengembangkan sistem informasi dan manajemen. Lalu Kepala LKPBJPP -pengadaan barang dan jasa, itu terkait pada fakta bahwa korupsi di Indonesia banyak terkait pengadaan barang dan jasa, ia bisa sangat potensial dalam upaya pencegahan -dia sudah pensiun sekarang ini."

Tentang kemunculan nama Brigjen (Pol) Basaria Panjaitan, Destry mengatakan: "Basaria kami pilih karena hasil penilaian individual, baik dari hasil tes kesehatan, wawancara dan catatan dari trackers. Kami tidak melihat institusi yang bersangkutan."

Berlainan dengan tradisi sebelumnya, kali ini Pansel Capim KPK juga membagi delapan nama itu dalam empat kompetensi: kategori pencegahan (Saut Situmorang dan Surya Chandra,) kategori penindakan (Alexander Marwata dan Basariah Panjaitan), kategori manajemen (Agus Rahardjo dan Sujanarko) serta kategori supervisi dan pengawasan (Johan Budi Sapto Prabowo dan Laode Muhammad Syarif.)

Dengan melihat calon pimpinan KPK yang ada sangat pesimis, KPK sebagai yang benar-benar hanya sebagai lembaga penegak hukum, bukan lembaga yang berkepentingan dengan politik, termasuk kemungkinan menjadi alat dari rezim. (sasa/dbs/voa-islam.com)


latestnews

View Full Version