View Full Version
Sabtu, 05 Sep 2015

Menerima Pembunuh Rakyat, Idealisme dan Nasionalisme Jokowi Dipertanyakan

JAKARTA (voa-islam.com)- Kendati sebagian pihak ada yang menyatakan penolakannya terhadap Presiden Mesir Abdul Fattah Assisi karena faktanya ia telah membunuh banyak rakyat tidak berdosa, namun pemerintah di era Joko Widodo tetap saja menerimanya di Istana Negara.

As-Sisi dikenal sebagai pemimpin yang meraih kekuasaannya melalui kudeta setelah kemenangan secara demokrasi dimenangkan oleh Mursi. Manager, dari Komnas HAM melihat fenomena sebagai politik bebas aktif. Ia hanya berpesan kepapada Jokowi agar rasa kemanusiaan yang dimiliki seorang presiden selayaknya adil dan beradab serta penghormatan terhadap demokrasi dan HAM sesuai amanat Pancasila dan UUD RI 1945.

Seperti yang dikutip dari Republika, Manager Nasution menyatakan bahwa dengan diterimanya presiden yang telah nyata membuat kerusakan bagi dunia ini sungguh bertentangan dengan martabat sebagai manusia. Juga menurutnya tidak sehat mengingat Indonesia merupakan Negara yang sangat menjunjung demokrasi serta menghormati HAM.

"Menerima Presiden yang menduduki posisinya saat ini dengan proses politik yang tidak sehat, tampak bertentangan dengan martabat Indonesia sebagai negara yang demokratis dan menghormati HAM," kata Maneger, Jum’at (04/09/2015)

Sosok mantan Panglima Angkatan Bersenjata Mesir itu dinilai bertanggung jawab atas serangkaian tragedi kemanusiaan di negara piramid tersebut. Sejak kudeta militer di Mesir pada 3 Juli 2013, Maneger mengatakan setidaknya ada 12  tragedi pembantaian besar yang dilakukan Jenderal Assisi

Buku Putih yang diterbitkan Komite Nasional untuk Kemanusiaan dan Demokrasi Mesir (Komnas KDM) yang dilaporkan ke Komnas HAM RI (4/9) lanjut Maneger, mencatat 6181 orang tewas, dan 25.552 luka-luka dianiaya dalam kurun waktu 50 hari. "Belum ditambah korban pembunuhan dan penganiayaan yang terus berlanjut dalam rentang waktu 2014-2015," ujar Maneger. 

Maneger menambahkan, sebanyak 18.565 orang juga ditahan paksa tanpa pengadilan. Selain itu, menurut Maneger, lebih dari 300 tahanan  meninggal di dalam penjara. "Bukan hanya pada warga sipil, Assisi juga terbukti melakukan pembunuhan terhadap jurnalis, 8 orang jurnalis tercatat tewas," katanya. 

Menurut dia, hal itu bertentangan dengan posisi Indonesia yang baru saja memperingati hari kemerdekaan ke-70 dengan prinsip menjunjung hak asasi manusia. Maneger mengungkapkan dalam Pembukaan UUD RI disebutkan bahwa Kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Oleh karena itu, penjajahan di atas muka bumi harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan. 

"Kemerdekaan bukan hanya terhadap penjajahan asing, namun juga kebebasan warga negara memenuhi hak dan kewajibannya," ujar Maneger.

Selain itu juga Indonesia sudah meratifikasi Konvensi PBB Anti Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia (The United Nations Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment). (Robigusta Suryanto/voa-islam.com)


latestnews

View Full Version