View Full Version
Kamis, 24 Sep 2015

Rupiah Tembus Angka Psychologis Baru, dan Proyeksi APBN 2016 Dirubah?

JAKARTA (voao-islam.com) - Menjelang lebaran Idul Adha, rupiah semakin terpuruk dan menembus level psikologis baru. Angka baru rupiah memperburuk kondisi ekonomi nasional, dan dengan segala dampaknya.

Data bloomber hari Rabu kemarin (23/9), rupiah ditutup di level 14.647 per dollar AS atau melemah 0,65% dari posisi sebelumnya. Ini menandakan bahwa pemerintah sudah kehilangan legitimasi. Berbagai upaya kebijakan, tak bisa mengangkat  rupiah, termasuk reshufle.

"Permintaan dollar AS yang terus meningkat menambah tekanan bagi mata uang rupiah. Meningkatnya permintaan dollar AS itu seiring dengan kebutuhan perusahaan untuk melakukan pembayaran utangnya di kuartal ketiga 2015, pada periode itu biasanya perusahaan membayar sebagian pinjaman luar negeri," ujar pengamat pasar uang Bank Himpunan Saudara Rully Nova dikutip dari Antara.

Di sisi lain, lanjut dia, aksi spekulan di pasar uang juga cenderung meningkat di tengah belum adanya kepastian kebijakan bank sentral Amerika Serikat (The Fed) untuk menaikkan suku bunga acuannya. "Ketidakpastian dari The Fed yang terus berlarut-larut membuat nilai wajar posisi rupiah tidak bisa diprediksi, sehingga potensi depresiasi masih akan terus berlanjut," ucapnya.

Kepala Riset MNC Securities, Edwin Sebayang menambahkan bahwa faktor depresiasi nilai tukar rupiah datang dari berbagai sentimen baik dari domestik maupun global.

Dari eksternal, ia mengemukakan bawah Tiongkok yang kembali mengalami penurunan manufaktur di sepanjang tahun ini menjadi sebesar 6,5 %, terendah dalam setahun terakhir akan berdampak pada Indonesia yang mengekspor komoditas.

Dari dalam negeri, lanjut dia, pemangkasan target pertumbuhan Indonesia menambah kejelasan bahwa ekonomi nasional masih melambat ke depannya. Diproyeksikan, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mencapai 4,7 % pada akhir tahun ini.

Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Rabu (23/9) mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah menjadi Rp14.623 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp14.486 per dollar AS. 

Dibagian lain, Komisi Keuangan DPR RI menyepakati penurunan proyeksi pertumbuhan 2016 menjadi 5,3% dari sebelumnya 5,5% pada Selasa (22/9). Sementara itu, tekanan lain data dari data manufaktur China yang di luar dugaan turun ke level terendah sejak 2009.  Kini, pasar pun masih menanti langkah pasti Federal Reserve untuk menaikkan suku bunganya tahun ini.

Ekonom Bank Central Asia David Sumual menuturkan proyeksi pertumbuhan yang disepakati lebih realistis. “Melihat kondisi spekulasi The Fed masih membayangi dan ekonomi China terus melambat, lebih baik menjadi konservatif,” ujarnya.

Di sisi lain, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menuturkan masih optimis laju pertumbuhan ekonomi bisa tumbuh 5% tahun ini. Pihaknya mengklaim penyerapan anggaran belanja sudah mencapai 60% tahun ini.

Scenaider Siahaan, Direktur Strategi dan Portofolio Utang, Kementerian Keuangan menjelaskan pemerintah juga akan mencari pinjaman multilateral dari Bank Dunia atau Bank Pembangunan Asia dan menjual global bond U$ 800 juta hingga U$ 1 miliar untuk membiayai defisit anggaran yang mungkin lebih lebar dari 2,23% dari PDB tahun ini, dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya 1,9%.

Nilai obligasi Indonesia yang jatuh tempo pada September 2026 menurun, mendorong imbal hasilnya naik 23 basis poin menjadi 9,42%. Ini merupakan kenaikan terbesar sejak 7 September. Makanya, Jokowi cepet-cepet Oktober ini, berangkat ke Washington  bertemu dengan Barack Obama, minta dukungan. (ms/dbs/voa-islam.com)


latestnews

View Full Version