JAKARTA (voa-islam.com) - Akhirnya, FOMC (federal open market committee) melakukan pertemuan, 17 September 2015, The Fed memutuskan menahan suku bunga di bawah 0,25%. Ini yang bakal berdampak terhadap ekonomi global, termasuk Indonesia.
Nampaknya, Janet Louise Yellen dan kawan-kawannya, masih akan memainkan irama permainan yang memancing para pemangku kepentingan di hampir seluruh dunia mengingat masih tersisa dua FOMC lagi tahun ini.
Sementara nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) terus melemah. Batas psikologis Rp 14.500 per dolar AS sudah terlewati. Batas psikologis selanjutnya, Rp 15.000 per dollar AS, sudah berada di depan mata.
Hari ini, Jumat (25/9), nilai tukar rupiah tenggelam (lagi) ke Rp 14.693 per dollar Amerika Serikat (AS), terdepresiasi 2,21% dalam sepekan. Kurs tengah Bank Indonesia (BI) rupiah di angka Rp 14.690 per dollar AS, menurun 1,56% dalam sepekan.
Kelesuan mata uang rupiah ini sangat mengkhawatirkan, karena kenaikan bunga The Fed, bank sentral AS, yang selalu dituding sebagai biang keladi pelamahan rupiah, belum benar-benar terjadi. Hendrik Siahaan, seorang trader valuta asing, cukup yakin kenaikan Fed Fund Rate bakal terjadi Desember nanti. The Fed tak bisa lagi beralasan inflasi belum memenuhi target.
“Kalau tak dinaikkan, akan terjadi bubble asset. Sejak tahun lalu, harga saham di bursa AS sudah enggak wajar,” kata Hendrik.
Yang paling baru, dan sepertinya mendukung pendapat Hendrik, Yellen cs malah sudah memberi sinyal kepastian, The Fed bakal menaikkan suku bunga setelah Presiden China Xi Jinping baru saja mengungkapkan tak akan lagi mendevaluasi mata uang Yuan.
Nah, kalau sekarang saja rupiah sudah seperti ini, bahkan overshoot (jatuh cukup dalam) dan undervalue (di bawah nilai wajarnya), bakal seberapa dalam kejatuhan rupiah, saat Fed Fund Rate benar-benar naik nantinya?
Banyak kalangan merasa BI harus bersiap menghadapi saat genting tersebut. Adakah jurus-jurus pamungkas bakal keluar dari bank sentral? Seberapa andal bakal kebijakan baru nanti menahan kelesuan rupiah?
Juda Agung, Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, mengatakan, BI dalam waktu dekat akan mengumumkan paket kebijakan terbaru, khusus untuk stabilisasi nilai tukar rupiah.
Kebijakan ini melanjutkan lima paket kebijakan BI yang meluncur 9 September 2015 lalu. Nah, apa saja paket kebijakan itu? Tapi, tetap tidak dapat menahan laju dolar, dan terpuruknya rupiah. Rupiah semakin sempoyongan, dan dampaknya sangat luas, dibidang ekonomi.
Skenario yang paling buruk seperti di tahun l998, sudah di depan mata, dan pemerintah sudah tidak banyak memiliki pilihan. Otoritas yang menangani bidang findnsiil, atau sektor perbankan, termasuk BI sebagai otoritas penjaga stabilitas monoter, hanya menunggu ekskekusi datagnya hari naas, di mana bank-bank di rush para nasabah. (sasa/dbs/voa-islam.com)