View Full Version
Selasa, 20 Oct 2015

Ambruknya Ekonomi Cina dan Dampaknya Terhadap Krisis Ekonomi Indonesia?

BEIJING (voa-islam.com) - Belum pernah terjadi sebelumnya, di mana ekonomi Cina  jatuh, dan pertumbuhan ekonominya hanya dibawah 6 persen. Sebelumya, pertumbuhan  ekonomi Cina membubung dengan rata-rata diatas 10 persen setiap tahunnya. Ini benar-benar malapetaka. Apalagi, ekonomi Indonesisa sangat bergantung kepada Cina.

Sekarang,  mata masyarakat dan investor dunia lebih khawatir dengan apa yang terjadi di negara dengan penduduk sekitar 1,4 miliar orang dengan PDB terbesar kedua dunia, yaitu Cina. Pasar saham Cina mulai dari The Shanghai Stock Exchange Composite Index dan Shenzhen Stock Exchange Composite Index merosot tajam mencapai 30 persen dari angka tertingginya.

Ini terjadi karena kekhawatiran investor pada saham perusahaan Cina yang sedang mengalami gelembung atau bubble, dan sekarang 'kempis'. Ini terbukti dengan menurunnya tingkat pertumbuhan ekonomi Cina yang dibawah 6 persen.  Pemerintah China bahkan telah mengeluarkan beberapa kebijakan untuk mengurangi anjloknya pasar saham. Namun ini malah balik menyerang pemerintah sendiri.

Regulator pada hari Minggu mengatakan bahwa mereka akan menyediakan lebih banyak modal untuk entitas dan memungkinkan pinjam uang untuk membeli margin lebih atau praktik meminjam uang untuk membeli saham. Membeli margin ini sangat berisiko.

Para ahli menyebut, naiknya pasar saham China pada awal tahun ini disebabkan karena banyaknya investor membeli saham dengan utang. Dan, ketika saham pertama mulai jatuh bulan lalu, banyak investor menjual saham mereka dengan cepat untuk membayar utang. Hal ini menjadi pemicu merosot tajamnya pasar saham China.

Bahkan kondisi ini diperkirakan bisa lebih buruk karena investor menyadari bahwa perlambatan ekonomi China mengikis keuntungan perusahaan.

“Pasar saham China tidak didukung oleh fundamental negara. Sebaliknya, pasar sedang diangkat oleh pinjaman pemerintah dan manipulasi,” ucap pendiri Pento Portofolio Strategies, Michael Pento seperti dilansir dari CNN di Jakarta, Selasa (7/7/15).

Dibagian lain, yang sangat miris laju pertumbuhan ekonomi nasional kembali melambat. Pada kuartal I tahun ini, pertumbuhan hanya 4,71 persen, terendah dalam enam tahun terakhir. “Lampu merah sudah menyala, bisa masuk masa resesi karena sudah tiga kuartal berturut-turut menurun terus,” kata ekonom dari Universitas Indonesia, Lana Soelistianingsih,  6 Mei 2015.

Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati, menambahkan, untuk menaikkan kembali pertumbuhan, pemerintah harus menghilangkan beberapa hambatan, seperti suku bunga tinggi, mahalnya biaya transportasi dan logistik, serta depresiasi rupiah.

Menurut Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Tirta Segara, memperkirakan dengan melorotnya pertumbuhan di tiga kuartal itu pencapaian target sebesar 5,7 persen bisa terganggu. “Pertumbuhan ekonomi mengarah ke batas bawah 5,4 persen,” tuturnya.

Sependapat dengan Lana, menurut Tirta, tercapainya target pertumbuhan yang dipatok pemerintah bergantung pada seberapa besar dan cepat realisasi belanja infrastruktur. “Selain itu, perlu ada perbaikan ekspor secara gradual,” ujarnya.

Menurut Kepala Badan Pusat Statistik Suryamin, ada beberapa penyebab melambatnya pertumbuhan tahun ini. Pertama, menurunnya ekonomi Cina dan Singapura yang selama ini menjadi mitra dagang utama Indonesia. Kedua, turunnya harga minyak dunia, dan ketiga, menurunnya nilai ekspor akibat rendahnya harga komoditas seperti minyak sawit dan karet.

Pembelaan datang dari Kepala Kantor Staf Kepresidenan Luhut Binsar Pandjaitan. Menurut dia, kinerja pemerintah menaikkan pertumbuhan belum maksimal karena masih dalam konsolidasi. Luhut yakin pertumbuhan akan meningkat pada kuartal III dan IV karena ada beberapa mata anggaran yang sudah cair.

Sebagai contoh, kata Luhut, dana desa senilai Rp 60 triliun, anggaran pembangunan jalan Rp 29 triliun, dan anggaran di sektor perhubungan senilai Rp 45 triliun. “Proyeknya baru berjalan mulai kuartal II,” kata diatas.

Jokowi sudah melakukan reshufle kabinet,  dan membuat beberapa paket kebijakan ekonomi  guna mengantisipasi pelambatan ekonomi Cina. Namun, krisis dan melambatnya ekonomi Cina ini pengaruhnya bersifat global dan sistemik. (sasa/dbs/voa-islam.com)

 


latestnews

View Full Version