View Full Version
Rabu, 21 Oct 2015

AJI Kecam Polisi dan TNI yang Intimidasi Awak Media Dalam Menjalankan Tugasnya

JAKARTA (voa-islam.com)- Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mengecam keras terhadap perlakuan keamanan polisi dan TNI yang telah mengintimidasi para awak jurnalis di dalam meliput laga final Piala Presiden beberapa hari yang lalu.

“AJI Jakarta mengecam keras tindakan aparat keamanan dari kepolisian dan TNI yang mengintimidasi sejumlah jurnalis di stadion GBK, Jakarta, Minggu (18/10/2015), demikian rilis yang diterima redaksi voa-islam.com setelah kejadian dengan tertera Ahmad Nurhasim, Ketua AJI Jakarta

Erick Tanjung, Koordinator Divisi Advokasi AJI Jakarta.

Para awak media dilarang karena hendak mengambil gambar supporter yang diusir dan dipukuli oleh aparat, yang diduga suporte The Jakmania di stasion GBK. “Aparat keamanan melarang para jurnalis untuk mengambil gambar dan video saat sejumlah  anggota Kepolisian dan TNI mengusir dan memukuli para suporter yang  diduga anggota The Jakmania di stadion tempat berlangsungnya  pertandingan final Piala Presiden.”

Tak ingin peristiwa itu diabadikan, aparat keamanan kemudian merampas alat kerja jurnalis dan menghapus secara paksa foto dan video pengusiran  dan pemukulan suporter yang telah diperoleh oleh jurnalis. “Mereka juga  menghalangi-halangi jurnalis untuk melakukan kegiatan jurnalistik.  Mereka merampas telepon genggam milik jurnalis yang dipakai untuk  memotret peristiwa tersebut.”

AJI Jakarta menyatakan tindakan aparat keamanan mengintimidasi, merampas alat kerja, menghapus gambar dan video hasil karya jurnalis, dan menghalangi-halangi kegiatan jurnalistik para jurnalis tidak bisa dibenarkan dengan alasan apapun.

“Tindakan oleh aparat keamanan ini  merupakan tindak pidana sekaligus mengancam kebebasan pers yang  dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Tindakan tersebut menunjukkan aparat keamanan tidak profesional saat 
berhadapan dengan para jurnalis yang sedang menjalankan tugas jurnalistik.”

Para jurnalis dilindungi oleh undang-undang saat menjalankan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. Dari proses peliputan sampai sampai pemuatan atau penyiaran berita dilindungi oleh undang-undang.

Tindakan aparat keamanan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Pers. Pasal 8 menegaskan bahwa dalam melaksanakan profesinya, jurnalis mendapat perlindungan hukum. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Dalam sistem demokrasi, pers berfungsi sebagai media informasi, pendidikan, dan kontrol sosial.

“Adapun tindakan aparat keamanan yang melawan hukum juga bisa dipidanakan. Pasal 18 menyatakan setiap orang yang secara sengaja melawan hukum melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi tugas pers terancam dipidana penjara maksimal dua tahun atau denda Rp 500 juta.”

Jurnalis yang diintimidasi dan dipaksa menghapus foto dan video, antara lain, Muhammad Subadri Arifqi, koresponden SCTV-Indosiar, Faiq Hidayat (Merdeka.com), Reza Fajri (viva.co.id), Kemal Maulana (Aktual.com), dan Nur Habibie (Suara.com). Beberapa jurnalis media lainnya juga mengalami perlakuan serupa. (Robigusta Suryanto/voa-islam.com)


latestnews

View Full Version