JAKARTA (voa-islam.com) - Tak akan pernah rakyat berhenti akan melakukan terhadap sikap kritis pada penguasa .Meskipun, sekarang kelompok-kelompok kritis masyarakat yang melakukan kritikan terhadap pemerintahan Jokowi mendapatkan ancaman berupa SE (Surat Edaran) yang dikeluarkan Kapolri.
Sekarang, gelombang penolakan terhadap Surat Edaran (SE) Nomor SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian atau hate speech semakin menguat. Bahkan banyak pihak mendesak agar Kapolri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti mencabut SE hate speech yang kontroversial itu.
Usulan menarik dilontarkan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Front Pembela Islam (FPI) terkait SE hate speech. FPI meminta Kapolri juga mengeluarkan SE untuk “pemimpin yang ingkar janji dan sengsarakan rakyat.
“Pak Polisi…harusnya Anda juga buat Surat Edaran bagi pemimpin yang ingkar janji dan sengsarakan rakyat. Ancam mereka dengan hukuman berat,” seru DPP FPI melalui akun Twitter resmi @DPP_FPI.
DPP FPI menyerukan agar Polri fokus menangani kasus perusahaan pembakar hutan, daripada mengeluarkan surat edaran yang justru membungkam suara anak bangsa. “Pak Polisi…Jangan bungkam daya kritis anak bangsa dengan ancaman penjara. Mereka tidak membunuh orang, mereka tidak buat puluhan ribu orang kena ISPA. Pak Polisi..mengusut pembakar hutan jauh lebih esensial dan urgen bagi bangsa ini daripada mengurus hal remeh temeh seperti foto Suku Anak Dalam,” tegas @DPP_FPI.
@DPP_FPI ‘menutup’ usulannya agar Polri menangkap pelaku pembakar hutan. “Pak Polisi…sekali lagi, fokuskan pada penyelidikan kasus pembakar hutan. Kejar dan tangkap pelakunya, siapapun mereka. Terima kasih. Sekian,” pungkas @DPP_FPI.
Diberitakan sebelumnya, pengamat politik Ahmad Lubis, mensinyalir, SE hate speech terkait dengan adanya upaya untuk melindungi kelompok lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT).
“Kalau saya baca SE Kapolri, ada point soal larangan untuk menghujat kelompok atau seseorang yang punya orientasi seksual. Ini upaya melindungi LGBT. Kelompok yang menentang LGBT makin tersudut dengan SE Kapolri ini,” ungkap Ahmad Lubis dalam pernyataan kepada intelijen (03/11).
Aslinya, Jokowi menjadi presiden hasil kerja relawan yang tergabung dalam Jasmev, yang menggunakan media sosial. Sekarang sesudah berkuasa Jokowi, keluar aturan yang disebut hate speech, dan akan berdampak terhadap kebebasan ekspressi rakyat. Padahal, hak mengeluarkan pendapat itu, merupakan hak dasar dalam kehidupan rakyat. (sasa/dbs/voa-islam.com)