JAKARTA (voa-islam.com)- Terlihatnya tidak saling sinkron antara Presiden dengan menteri di Indonesia pada era Jokowi-JK telah membuat masyarakat umum menilai bahwa tidak adanya komunikasi dan sifat leadership pemimpin. Pun termasuk dengan mekanisme internal yang ada di antara masing-masing institusi.
“Jika ada gaduh, kita seharusnya jangan ikut-ikutan gaduh. Bila dilihat, munculnya gaduh karena mekanisme internal yang tidak baik. Sebagai contoh rapat-rapat yang tidak efektif,” demikian kata pengamat politik, Indro Cahyono, kemarin (08/11/2015) di Jakarta.
Akibat dari buruknya komunikasi antara presiden dengan menteri, maka pengawasan pun terbengkalai. Misalnya saja apakah perintah presiden telah dipenuhi atau belum pada saat-saat rapat koordinasi.
“Sebagai contoh, perintah-perintah presiden apakah sudah dilaksanakan di lapangan?” sambungnya.
Justru, lanjutnya, relawan yang dulu pernah ada (mungkin saat ini) seharusnya diperdayakan agar kinerja pemerintah mampu didukung, atau minimal memiliki tugas pengingat akan janji-janji yang pernah dikatakan. Bukan sebaliknya, di mana relawan justru dijadikan komisaris yang sebetulnya bukan ranahnya.
“Relawan bisa juga diajak konsolidasi. Tetapi bukan justru diangkat menjadi komisaris. Karena kekuatan Jokowi yang riil itu ada di relawannya,” tambahnya.
Belum lagi akibat dari buruknya komunikasi banyak para mebteri yang rewel, dengan membuat agenda sendiri. Padahal di dalam rapat tidak demikian.
“Sekarang ini terlihat multipilot. Bisa juga multi presiden. Maka dari itu kita saksikan banyak para menteri yang rewel dengan membuat agenda sendiri,” sesalnya. (Robigusta Suryanto/voa-islam.com)