JAKARTA (voa-islam.com)- Gerakan Buruh Indonesia mengecam tindakan kepolisian karena mencederai demokrasi. “Serikat Buruh memiliki hak untuk mengorganisir pemogokan sebagaimana tertulis dalam Undang-undang no 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh,” tertulis rilis yang didapat voa-islam.com, kemarin (25/11/2015). Buruh juga memiliki hak sebagai warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum sebagaimana tertuang dalam UU no 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Gerakan Buruh Indonesia juga menilai kepolisian melakukan pelanggaran Peraturan Kepala Kepolsian Negara Republik Indonesia no 8 tahun 2009. Bab III pasal 10 menyebutkan, “Kepolisian tidak boleh menghasut, mentolerir tindakan penyiksaan, perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia, demikian pula menjadikan perintah atasan atau keadaan luar biasa seperti ketika dalam keadaan perang sebagai pembenaran untuk melakukan penyiksaan.”
GBI tengah melancarkan aksi mogok nasional hari ke-2 untuk menolak PP 78/2015 tentang Pengupahan. PP Itu dinilai menghambat laju pertumbuhan Upah Minimum.
“Ini karena peraturan yang bertentangan dengan Undang-undang Tenaga Kerja itu hanya menyebutkan pertumbuhan Upah Minimum berdasarkan pada inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Sementara, kenaikan harga Komponen Hidup Layak hanya diubah lima tahun sekali.”
Gerakan Buruh Indonesia juga menilai PP Pengupahan memberangus hak buruh untuk merundingkan upah. Ini karena pemerintah menjadi satu-satunya penentu besaran upah minimum. PP Pengupahan sudah menjadi alasan kepala daerah untuk menolak usulan kenaikan UMP dari pemerintah Kabupaten/Kota dan menurunkannya menjadi hanya 11 persen. Salah satu korban PP Pengupahan adalah usulan UMK Bandung.
Gerakan Buruh Indonesia terdiri dari gabungan berbagai konfederasi dan federasi serikat pekerja di Indonesia. GBI adalah gabungan dari KSPI, KSBSI, KSPSI pimpinan Andi Gani, KASBI, FSPASI, SBSI 1992, Gaspermindo, GOBSI, GSBI. (Robigusta Suryanto/voa-islam.com)