View Full Version
Jum'at, 27 Nov 2015

Mantan Wagub DKI Mayjen Prijanto Menelanjangi Ahok, yang Sok Suci dan Bersih

JAKARTA (voa-islam.com) - Ahok  paling demen dengan 'makian' dan 'umpatan",  termasuk terhadap BPK. Bahkan, Ahok pernah keluar dari mulutnya,  saat di acara di stasiun telivisi swasta, keluar umpatan  kotor dari mulutnya, yaitu "tai".

Tapi,  sesudah Ahok  diperiksa selama sembilan jam oleh BPK, keluar dari mulutnya permintaan maaf kepada BPK. Ahok benara-benar merasakan bagaimana harus berhadapan dengan para auditor BPK, dan harus mempertanggungjawabkan semua kelakuannya.

Di mana LHP BPK RI terkait laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta tahun 2014 telah selesai. Banyak indikasi kerugian keuangan daerah. Kasus yang paling menonjol, adalah pembelian tanah RS Sumber Waras (RSSW) yang melibatkan Ahok, ketika menjadi Plt Gubernur.

Terkait kasus lahan RS Sumber Waras tersebut, pengamat masalah ibu kota Jakarta, Prijanto, mengecam pernyataan Ahok yang memfitnah anggota BPK RI. “Umpatan dan cacian Gubernur Ahok terhadap anggota BPK RI tidak tanggung-tanggung. Dirinya merasa tidak bersalah sehingga menimbulkan kerugian negara. Bahkan dirinya balik menuduh sejauhmana kebersihan para pegawai BPK RI,” kata mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta itu (25/11).

Menurut Prijanto, menilik hasil LHP BPK RI 2014, patut diduga kuat ada perbuatan melawan hukum dalam proses pembelian lahan RS Sumber Waras. Pembelian tanah RSSW tidak disertai dokumen perencanaan, studi kelayakaan, konsultasi publik, berita acara kesepakatan dengan masyarakat, usulan dinas terkait dan tidak adanya tim pelaksana pengadaan tanah, sebagaimana yang diatur dalam aturan perundang-undangan.

“Disposisi Ahok kepada Ka Bappeda pada 8 Juli 2014 pada surat penawaran Ketum YKSW 7 Juli 2014, menunjukkan keterlibatan Ahok secara langsung. Perintah anggarkan kepada Ka Bappeda untuk dianggarkan dalam APBD-Perubahan juga melanggar Permendagri No 13/2006,” ungkap Prijanto.

Kata Prijanto, keputusan Ahok untuk membeli dan dianggarkan dalam APBD-P, serta dibayar pada 31 Desember 2014, memiliki catatan ketidaklaziman dalam pembelian tanah. Tanah yang dibeli masih dalam perikatan jual beli dengan pihak ketiga. Di samping itu, tanah masih menunggak kewajiban bayar PBB Rp. 6 M lebih dan di atas tanah masih berdiri bangunan aktif sebanyak 15 bangunan.

“Belum lagi persetujuan Ahok atas harga yang ditawarkan YKSW melebihi batas kepatutan. Dari perspektif selisih harga yang dibayar Pemprov DKI dengan harga PT CKU kerugian Rp.191.334.550.000,00. Dari perspektif NJOP, kerugian ditaksir Rp.484.617.100.000,00,” jelas Prijanto.

Prijanto menegaskan, kasus Sumber Waras itu jelas ada perbuatan melawan hukumnya, ada kerugian negaranya dan ada pihak yang diuntungkan. Dengan demikian kasus ini memenuhi unsur sebagai Tipikor.

“Sampai batas yang ditentukan, konon Gubernur tidak melaksanakan rekomendasi dari BPK, untuk membatalkan pembelian. Padahal berdasarkan UU No 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, pasal 20 dan 26, pelanggaran tersebut bisa dipidana, dengan ancaman pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan,” ungkap Prijanto.

Kata Prijanto, masyarakat sangat percaya kepada para auditor muda BPK RI yang bekerja secara profesional dan tidak mudah terkooptasi. Para auditor muda BPK RI sebagai pilar penegakan hukum di Indonesia, sadar bahwa hasil kerja tim ditunggu masyarakat.

“Ketidakpercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum saat ini, kiranya bisa terobati oleh karakter dan profesionalisme para auditor muda BPK RI sebagai generasi pengganti,” pungkas Prijanto. Hasil investigasi oleh BPK terhadap  Ahok  melalui pemeriksaan selama sembilan jam telah diserahkan kepada KPK.  Sekarang bola di tangan KPK. Apakah akan ditindak lanjuti atau tidak laporan BPK itu? Tergantung KPK. (dimas/intljn/voa-islam.com)

 


latestnews

View Full Version