View Full Version
Senin, 30 Nov 2015

Di Lingkaran Jokowi Ada yang Bertugas Rampok Negara & Kapitalisasi Negara

JAKARTA (voa-islam.com)- Direktur Sabang-Merauke Circle (SMC), Syahganda Nainggolan mengatakan Trisakti dan Nawacita sebagai ide brilian. Akan tetapi di dalam pelaksanaannya ide Trisakti seperti memakan baso yang enak yang terbuat dari tikus, sehingga berdampak muak.

“Sebetulnya Trisakti dan Nawacita brilian. Seperti makan baso enak, tapi makan baso tikus. Kita muak dibuatnya,” akunya, saat acara diskusi yang bertemakan ‘Bersih-bersih Kabinet, Menggusur Menteri Anti Nawacita dan Trisakti’, Ahad (29/11/2015), di Jakarta Pusat.

Menurutnya, ada pula di lingkaran pemerintahan Jokowi-JK yang datang hanya untuk merampok Negara. Ini disebabkan karena sifat transaksional yang dilakukan Jokowi sebagai Presiden. Dan menurutnya menteri yang kompatibel hanya beberapa saja, yakni salah satunya Rizal Ramli.

“Mereka yang datang hanya untuk merampok. Sudah ada niat mereka . Yang dipakai Jokowi ini akibat dari trasnsaksional sehingga tidak kompetibel. Yang bagus hanya Rizal Ramli saja. Kita tahu trackrecord dia yang anti Asing,” jelasnya.

Ia menilai ada menteri yang pandai bermain dan hanya berpikir bagaimana aset bangsa Indonesia ini dikapitalisasi. Salah satunya bisa dikatakan olehnya yakni dengan ditekennya kerjasama dengan Cina terhadap kereta cepat Jakarta-Bandung.

Dengan melakukan demikian, menteri yang dimaksud ialah Rini Soemarno telah mengintervensi tida bank sekaligus untuk berhutang kepada Cina. “Sudirman Said pun bermain. Menteri BUMN Rini Soemarno pun mempunyai pikiran bagaimana aset kita dikapitalisasi. Misalnya kereta cepat, yang dipaksakan. Lalu teken-teken ke Cina. Sehingga tiga bank negara pun disuruhnya ngutang,” ujarnya.

Belum lagi, lanjutnya, persoalan buruh yang hingga saat ini menjadi isu panas. Ia menilai buruh yang menuntut PP No. 78 Pengupahan itu sebagai pemicu masalahnya. Pasalnya tedapat hal-hal yang tidak berpihak kepada buruh, salah satunya kenaikan gaji yang mengikuti gaya inflasi.

“Padahal buruh dominan memilih Jokowi pada wakti Pilpres lalu. Tapi PP No.78 Pengupahan menjadi masalah. menjadi masalah karena kenaikan gaji hanya terpaut dengan inflasi. Selain itu, terciptanya PP tersebut, buruh tidak diajak berdiskusi,” tutupnya. (Robigusta Suryanto/voa-islam.com)


latestnews

View Full Version