JAKARTA (voa-islam.com)- Setelah panjang lebar Presiden Direktur Freeport Indonesia menceritakan di persidangan Mejelis Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI bagaimana ia merekam, dan hingga tersebar ke publik tanpa ia ketahui, maka sampailah pada pelaporan kepada Menteri ESDM, Sudirman Said (SS).
Ma’roef Sjamsoeddin mengaku pada majlis hakim MKD bahwa pertemuan-pertemuan itu direkam karena ada hal-hal yang tidak pantas dalam pembicaraan. Maka dari itu ia menyampaikan bahwa pada saat telah jelas ada yang tidak beres, ia pun lantas bersegera pamit dari hadapan Setya Novanto dan MR (pengusaha) tersebut dalam pertemuan tersebut.
Menurutnya, jika ingin bicarakan bisnis, ya mesti bisnis saja. Kontrak, ya kontrak. Tidak perlu melebar ke mana-mana. “Di situ ada menyangkut permintaan saham,” sampainya, siang tadi (03/11/2015), di ruang MKD, gedung DPR RI, Senayan, Jakarta.
Atas ketidakjelasan itu, MS pun menghadap ke Jim Bob Moffett, dan menceritakan bahwa ada yang meminta saham sebesar 20 persen dan juga ada yang meminta proyek PLTA. Ketika diceritakan, lanjutnya, Moffett pun mengatakan, “Kalau kamu ingin masukkan saya ke dalam penjara, maka kamu lakukan itu.” Ia melaporkan hal demikian, selain karena sebab di atas, ia juga mengantisipasi nama Menko Polhukam, Luhut Binsar Panjaitan agar tidak ikut serta ke dalam obrolan yang telah dilakukan.
“Saya khawatir, jangan-jangan di belakang saya akan ada yang menghubungi Luhut untuk mengurus masalah ini. Makanya saya lapor ke Moffet untuk tunjukkan tranparansi,” sebutnya.
Ia mengatakan tahu betul ini akan melanggar karena disebabkan oleh pejabat negara. Akan tetapi ia tetap mengikuti instruksi SS agar terus melaporkan mengenai hal baru tentang Freeport. Dan ia melaporkan kepada SS itu pada bulan Juni 2015.
“Saya sampaikan: Pak menteri saya laporkan dan minta arahkan karena saya bertemu denga SN, minta devestasi saham dan kontrak,” ungkapnya. SS juga sempat bertanya siapa saja yang hadir. Dan MS pun menjawab ia hanya hadir sendiri (merekam).
Terkait substansi itu, menteri lalu meminta transkrip dari pembicaraan dalam bentuk rangkuman di kantornya. Menteri pun menajwab, “Ini tidak benar.” Karena ia melihat ini terkait dengan penyebutan nama Presiden dan Wakil Presiden. Setalah memberikan rekaman itu, SS berkata akan bertanggung jawab.
Selang beberapa lama, lalu datanglah Moffet dan bertemu dengan Presiden. Saat itu saya tidak hadir. Setelah itu, Menteri kembali meminta rekaman itu pada bulan Oktober dengan lengkap dengan alasan untuk digunakan sesuai prosedur. “Akhirnya saya berikan ke SS,” demikian ceritanya. (Robigusta Suryanto/voa-islam.com)