JAKARTA (voa-islam.com)- Anggota DPR RI dari partai Hanura mempertanyakan rekaman yang dipegang saat ini, apakah sama atau tidak dengan apa yang dibaca oleh publik dan beredar. "Saya tidak tahu. Karena saya tidak membaca semua koran," jawab Sudirman Said sebagai pengadu, saat beberapa waktu lalu dimintai keterangnya di ruang MKD, DPR RI, Senayan, Jakarta.
Sudirman menyatakan bahwa apa yang ia dengar secara tekstual sudah jelas pelanggarannya, yaitu adanya penawaran untuk bernegosiasi. Sehingga ia menilai apa yang dilakukan oleh SN tidak sesuai dengan kode etik yang ada.
“Saya beralasan secara tekstual, saya kira jelas. konsernnya jelas dengan orang-orang yang bukan untuk nawarkan negoaisasi. Begitulah. Perasaan saya mengatakan ini tidak sejalan dengan kode etik yang ada,” yakinnya. Dan inilah sebab ia tidak melaporkannya ke aparata penegak hukum.
SS juga mengaku telah mengantongi izin dari Presiden Joko Widodo paska ia bertemu. Termasuk pula dengan Wakil Presiden, Jusuf Kalla. “Seminggu setelah saya dapat info pertemuan ketiga, saya bertemu Preseiden dan saya sampaikan kepadanya. Juga ke Wakil Presiden,” katanya.
SS juga menepis adanya persoalan yang mengistimewakan Freeport Indonesia. Menurutnya hal demikian tidak ada. Ia mengatakan layaknya Pertamina, Freeport pun dilayaninya sebagaimana mestinya. “Hanya saja Freeport ini lebih besar perhatiannya. Tetapi saya kira tidak ada yang istimewa. Saya melayani sama dengan saya melayani Pertamina,” bantahnya.
Di dalam rekaman, nama Menko Polhukam pun tak luput dari penyebutan dari obrolan itu sebanyak 66 kali. Saat SS ditanya oleh Anggota MKD, Sarifuddin Suding mengapa tidak berkoordinasi dengan Luhut B Panjaitan, ia hanya menjawab belum ada komunikasi untuk hal demikian. “Saya belum komunikasi dengan Pak Luhut,” jawabnya. (Robigusta Suryanto/voa-islam.com)