JAKARTA (voa-islam.com)- Ditetapkannya pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru, masyarakat tentu berharap ada pembenahan yang signifikan terhadap lembaga anti rusuah tersebut. Misalnya saja KPK diminta untuk tidak pandang bulu di dalam memberantas korupsi di kalangan oknum partai, elite, atau pun jajaran menteri.
Hal yang sama pun datang dari salah satu sesepuh etnis Cina, yaitu Amir Hamzah. Sebagai warga yang cukup lama tinggal dan menetap di Jakarta misalnya, Amir menyoroti kisruh yang kini sedang terjadi pada pembelian lahan Sumber Waras yang dilakukan oleh Pemda DK Jakarta.
Menurutnya, apa yang dilakukan oleh Pemda, dalam hal ini dipimpin oleh Basuki Tjahja Purnama seperti terlihat adanya dugaan rekayasa yang dilakukan oleh Mantan Bupati Bangka Belitung tersebut. Hal ini dapat dilihat dari pelanggaran Ahok, sapaan akrab Basuki yang menetapkan suatu kebijakan tanpa adanya proses yang jelas, yakni belum adanya proses pendanaan yang disetujui oleh DPRD DKI Jakarta pada saat itu.
Melihat hal tersebut, dugaan pelanggaran ini pun akhirnya dilaporkan ke KPK. Namun, pada saat KPK menyelidiki, justru jawaban yang didapat tidak memuaskan.
Atas dasar jawaban KPK tersebut, ia mensinyalir, khususnya fokus pada Johan Budi, ada main mata bersama Ahok.
“Masak Johan Budi mengatakan bahwa tidak ada barang bukti saat dilaporkan. Johan Budi itu orangnya Ahok. Dan saya minta tolong itu dievaluasi,” ucapnya, kemarin (17/12/2015), di Jakarta Pusat. Padahal sebelumnya telah jelas hasil audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bahwa ada pelanggaran.
Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, justru ia melihat Ahok menantang balik. Atas sikap Ahok ini, ia meminta kepada Wakil Rakyat yang duduk di DPRD untuk melakukan gerakan yang siginifikan, juga tidak hanya banyak memberikan toleransi.
“DPRD saya himbau agar jangan terlalu banyak memberikan toleransi kepada Ahok itu! Ahok itu sengaja melakukan penyerangan (baca: ancaman-ancaman),” sarannya tegas.
Sebagai contoh ucapan atau ancaman Ahok itu ia katakan perihal Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang disebut wajar. Akan tetapi, dalam hal itu Ahok tidak pernah satu kali pun menampakkan bukti NJOP tersebut.
“NJOP itu wewenang BPK. Bukan wewenang Ahok. Makanya ia tidak pernah menunjukkanya ke muka umum,” jelasnya. (Robigusta Suryanto/voa-islam.com)