JAKARTA (voa-islam.com)- Ada sebagian masyrakat yang mungkin bosan dengan adegan heroik dari aparat kepolisian atau Densus 88 dalam menyergap pelaku dugaan (tersangka) teroris di Indonesia. Misalnya saja hal ketidaksetujan itu datang dari salah satu budayawan yang cukup dikenal, yaitu Sujiwo Tedjo.
Sujiwo, yang menghadiri haul Gusdur, kemarin (22/12/2015), di DPP PKB, misalnya saja mempertanyakan mengapa tindakan aparat itu dilakukan jika telah ada pergerakan dari dugaan pelaku teroris. Sedangkan dalam pemerintahan, ia menyebut era Soeharto tidak demikian adanya seperti saat ini.
Di era Soeharto, lanjutnya, sebelum adanya pergerakan atau pelaku mengebom, sudah ada tindakan terlebih dahulu dari pemerintah.
“Zaman Soeharto tidak pernah seperti saat ini. Di era itu justru telah terendus duluan. Dan saat ini kenapa harus ada bom dulu, baru aparat bergerak,” ucapnya.
Selain itu, tindakan aparat yang super wah juga umumnya hanya untuk mengantisipasi dalam perayaan salah satu agama dan pergantian tahun. Padahal, ia mengaku bahwa tindakan teroris itu bukan saja untuk saat ini, melainkan ke depan pun akan menjadi ancaman.
“Bukan untuk Natal dan tahun baru saja. Ke depan pun juga ada ancaman terror,” jelasnya.
Seperti diketahui, baru-baru ini, terlebih menjelang perayaan Natal dan tahun baru polisis telah menangkap tersangka teroris di beberapa daerah. Polisi, dalam hal ini Densus 88 dinilai cepat gerakannya oleh sebagian kalangan. Namun ada pula yang mencibir mengapa hanya pada saat menjelang hari raya Kristen dan Tahun Baru polisi sedemikian ekstranya bekerja. Apakah ada maksud lain? Apakah Densus 88 mencoba mengkerdilkan umat Islam dalam beberapa tindakan kekerasan di Indonesia? (Robigusta Suryanto/voa-islam.com)