JAKARTA (voa-islam.com)- Bukan saja hanya persoalan demokrasi. Tetapi Negara ini juga sedang dihadapi persoalan bagaimana posisi Presiden.
Sebagai Negara yang mengamini sistem demokrasi, maka dampaknya akan dirasakan ke berbagai lini, salah satunya mengenai kisruh Pilkada serentak yang telah terlaksana beberapa waktu lalu, tepatnya tanggal 9 Desember 2015.
Di dalam suasana demokrasi di Indonesia, mantan Juru Bicara Presiden Abdurrahman Wahit, Adhie Massardi melihat kejadian yang telah banyak terjadi ini pun akhirnya mengakui bahwa belum merasakan apa sesungguhnya manfaat dari demokrasi tersebut. Akan tetapi menurut Adhie, segala persoalan yang ada pada demokrasi lumrah dan memang ada. Karena itu ia mengatakan hal-hal tersebut harus segera diperbaiki, yaitu mulai dari alur substansinya.
"Substansinya ialah kita harus perbaiki demokrasi. Karena demokrasi yang telah masuk ini pun sudah memakan banyak korban. Dan hingga saat ini demokrasi blm dirasakan manfaatnya," ucapnya, kemarin (26/12/2015), di Matraman, Jakarta.
Ia lantas mencontohkan bagaimana demokrasi itu berubah-ubah. Misalnya saja dalam era Presiden Soekarno. Dalam era tersebut Soekarno pernah mengatakan bahwa ia pemimpin seumur hidup. Namun takdir berkata lain. Dan pada saat itu akhirnya Soeharto yang mempimpin.
Dalam dipimpin Soeharto pun seperti itu. Dan hingga kini demokrasi seperti saat ini, di mana pemimpin akhirnya dipilih langsung oleh masyarakat.
Akan tetapi, ternyata dari pemilihan langsung itu, jika bicara Pilkada, justru Indonesia ekarang semakin terlihat ketidakjelasnnya di dalam mencetak pemimpin. Korupsi meningkat. Politik uang pun semakin menggurita. Sehingga wajar saja jika ada Mantan Anggota DPR RI seperti Marwah Daud Ibrahim menyebut Pilkada serantak dengan dukungan Pasal 158 UU No. 8/2015 kelahirannya cacat dan prematur.
Selain itu, jika dilihat dari Negara-negara besar, para pemimpinya tidak lahir dari pemilihan langsung. Bahkan ia menyebut ada sebuah keinginan dari hal tersebut tetapi tidak dikabulkan oleh Negaranya.
"Kecuali Inggris, banyak keinginan untuk memilih pemimpin dengan pemilihan langsung ataupun serentak, tetapi tidak dikabulkan oleh Negaranya sendiri," tutup Marwah. (Robigusta Suryanto/voa-islam.com)