JAKARTA (voa-islam.com)- Isu reshuffle kian santer di jajaran para pengamat dan aktivis. Dan jika bicara hak, tentu yang berhak adalah Joko Widodo selaku Presiden untuk mendepak atau mencomot menteri baru. Namun, menurut pengamat Hanta Yudha prosesnya tidak akan jauh berbeda, di mana nuansa kompromi akan mendominasi.
"Kita bicara hak prerogatif. Akan tetapi nyatanya nanti akan kental dengan nuansa kompromi dalam hal reshuffle," ucapnya, Sabtu (09/01/2016), di Cikini, Jakarta Pusat.
Adapun Jokowi yang pernah mengatakan bahwa dirinya tidak bisa didikte atau tidak ingin didikte menurutnya hal itu hanya bersifat eksternal. Pesannya hanya untuk lingkaran luar.
"Itu beda ruang di saat Jokowi mengatakan 'jangan dikte saya'. Tapi pesan itu hanya untuk kalangan eksternal saja. Dan itu tidak bisa diterapkan sepenuhnya," tambahnya.
Selain itu, untuk benar-benar merombak sebuah kabinet, Presiden ia tekankan harus melihat kemampuan atau kapabilitasnya. Misalnya saja Presiden harus melihat manakah di antara calon menteri itu atau yang telah menjadi menteri yang benar-benar loyal terhadapnya.
"Walaupun kader partai, pastikan bahwa menteri (calon) melihat bahwa atasannya adalah Presiden Joko Widodo. Inilah yang dinamakan evaluasi loyalitas. Selain itu haru spula diperhatikan bagaimana kualitas menteri (calon) tersebut," jelasnya.
Jangan sampai, lanjutnya, masih sama dengan reshuffle yang sebelumnya yang ada beberapa kekurangan. Dan jangan sampai pula masyarakat kembali menilai bahwa pemerintahan Jokowi dipimpin oleh lebih dari satu orang. (Robigusta Suryanto/voa-islam.com)