JAKARTA (voa-islam.com)- Penindakan dan penegakkan harus tetap dilakukan oleh aparat kepolisian, bukan pihak intelijen. Hal yang harus diperhatikan untuk merevisi UU Terorisme itu ialah agar peran intelijen ditingkatkan, baik secara mekanisme maupun penguatan untuk mencegah teror secara dini.
“Hal lain yang perlu diatur lebih rinci adalah soal mekanisme penguatan terhadap intelijen Indonesia. Upaya pencegahan dan deteksi dini menjadi lini dan peran fungsi intelijen. Lembaga-lembaga yang memiliki intelijen mesti diperkuat perannya untuk melakukan koordinasi dalam rangka pencegahan dini terjadinya aksi terorisme. Inilah peran intelijen guna mendeteksi dini pergerakan teroris."
"Tetapi harus betul-betul dipastikan bahwa revisi soal ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Revisi UU bukan untuk memberikan kewenangan bagi intelijen untuk melakukan penangkapan. Bukan berarti intelijen memiliki kekuatan menjadi penegak hukum. Karena penegak hukum tetap dalam koordinasi Polri." Demikian siaran pers Komnas HAM yang diterima oleh voa-islam.com.
Selain revisi yang mesti dilakukan, Komnas HAM meminta kepada pemerintah mesti fokus dalam pemberantasan terorisme. Pemerintah tak terlalu berlebihan dalam penanganan kasus terorisme.
Selain itu, pemerintah dihimbau agar mengendalikan dirinya agar tidak tertarik dalam skenario global saat ini. “Pemerintah harus terkendali dan terukur karena kita tidak ingin Indonesia terseret ke dalam skenario global soal pemberantasan terorisme. Kita fokus saja pada pemberantasan teroris yang ada di dalam negeri. Bersihkan sampai ke akar-akarnya dan berantas mastermind-nya sesuai ala-Indonesia.” (Robigusta Suryanto/voa-islam.com)