JAKARTA (voa-islam.com)- Pertempuran Negara-negara untuk memperebutkan sebuat negara yang kaya akan alam akan melalui proses sedemikian rupa. Baik dan buruk dalam mewujudkan sesuatu itu pun akan sengaja dilaluinya.
Cina, sebagai rival baru dari Amerika saat ini sedikit diakui oleh beberapa Negara sebagai “ancaman” global. Benar, kah? Simak tulisan dari aktivis Haris Rulsy dari Petisi 28.
“….Jika kita cermati perkembangan ekonomi dan politik global saat ini, maka kita dapat melihat terbentuknya dua prasyarat fundamental yang akan menciptakan terjadinya “patahan sejarah” yang akan membentuk ‘trase baru’ ke depan: Pertama, terbitnya matahari baru dari utara, meminjam istilah Bung Karno New Emerging Forces (NEFO), yang menantang dan menggerus pengaruh matahari tua dari barat atau Old Estabilished Forces (OLDEFO), yang sinarnya masih cukup terik.
‘Hukum alam memastikan, jika ada dua matahari, yang bertujuan memperebutkan posisi orbit yang sama, maka pasti terjadi benturan. Pertanda dunia sedang menuju kiamat’.
Hadirnya China dengan cadangan devisa terbesar di dunia, tercatat $ US 3,84 triliun pada Desember 2015, setara dengan 32,98 % dari total cadangan devisa dunia. Dengan cadangan devisa sebesar itu tak bisa dipungkiri telah menempatkan China sebagai calon ‘bos’ baru dunia yang menantang dan bersaing keras menggusur dua bos lama dunia, Amerika dan Inggris yang mewarisi legenda kekuasaan emperium Romawi.
China hadir dengan ambisi akbarnya untuk memimpin, menyatukan, mendominasi atau mengkolonisasi dunia melalui ‘legenda jalur sutra’. Awal mulanya adalah ketika Kaisar Han mengutus Zhang Qian mengunjungi kerajaan Dayuan di Asia Tenggara untuk membangun aliansi militer, perjalanan tersebut yang kemudian membentuk rute perdagangan legendaris yang dinamakan jalur sutra.
Berselang beberapa abad kemudian, China kembali mengajak negara-negara di sekelilingnya untuk membangun aliansi ekonomi multinasional melalui sebuah projek yang dinamakan Silk Road Economic Belt (Sabuk Ekonomi Jalur Sutra). Projek tersebut yang kemudian ditindaklanjuti dengan inisiatif Satu Sabuk Satu Jalur, One Belt One Road (OBOR).
‘OBOR dapat dikatakan sebagai sebuah projek raksasa pembangunan infrastruktur, menyusuri darat maupun laut, untuk tujuan menghubungkan dan menyatukan seluruh negeri negeri di Asia Tengah, Asia Tenggara, Afrika, Eropa dan Arab, dengan menempatkan Beijing dan Shanghai sebagai pusat ekonomi, keuangan dan politik dunia, menggeser London dan New York’.
Untuk menjamin terwujudnya projek OBOR, China lalu membentuk skema pendanaan melalui Asia Infrastructur Invesment Bank (AIIB) dan New Silk Road Fund. Projek One Belt One Road (OBOR) oleh banyak pengamat dikatakan persis dengan Marshall Plan, sebuah rencana program ekonomi skala besar pada tahun 1947-1951 yang digerakan oleh Amerika usai perang dunia. Demikian juga, pembentukan Asia Infrastructur Invesment Bank (AIIB) dapat dianggap sebagai saingannya Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia….” (RobigustaS/voa-islam.com)