View Full Version
Rabu, 02 Mar 2016

Praktisi Hukum Minta BPK Pegang Teguh Penemuannya Terkait Dugaan Korupsi Ahok

JAKARTA (voa-islam.com)- Jika saja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahu bahwa Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) itu sebagai produk hukum, maka mungkin saja Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama atau Ahok sudah dipanggil lembaga antirasuah tersebut. Akan tetapi KPK lebih memilih hasil audit BPK tersebut sebagai penemuan yang patut diuji kembali kebenarannya.

Rio Ramabaskara, salah satu praktisi hukum selain menyatakan demikian, seharusnya KPK juga memanggil tim audit BPK yang telah mengaudit adanya keterlibatan Ahok di dalam lahan Sumber Waras tersebut.

“LHP BPK itu harus dimaknai oleh KPK sebagai produk hukum terlebih dahulu, yang sebelum diuji di muka persidangan, dan 'diuji' terlebih dahulu oleh KPK. Adapun untuk menjelaskan tentang LHP tersebut, harus ada saksi ahli dari BPK yang dipanggil dan diperiksa oleh KPK,” sampainya ke voa-islam.com melalui pesan singkat, kemarin.

Menurut Rio, sebenarnya LHP itu sudah cukup menjadi alat bukti. Pun dengan saksi-saksi. Akan tetapi ucapan komisioner KPK Basaria Panjaitan yang mengatakan tidak adanya dua alat bukti sebenarnya bisa ditelusuri kembali jika BPK ingin.

Namun persoalannya, jika hal itu kembali dilakukan oleh BPK, maka yang terjadi adalah serba salah. “Di luar itu, sikap Basaria saya lihat hal menarik. LHP itu dapat dihitung sebagai satu alat bukti. Dan kemudian saksi ahli. Dalam konteks ini BPK saya lihat akan blunder. Karena di lain sisi di pihak KPK menyatakan tidak ada unsur korupsi. Dan jikapun BPK lakukan audit ulang, maka itu akan membuat BPK menjadi dilema tersendiri. Serta seolah menjadi kuasa symbol untuk meneguhkan bahwa tidak ada unsur korupsi di Sumber Waras,” tambahnya.

Sebenarnya menurut Rio yang menjadi fokus terhadap persoalan di atas adalah bagaimana BPK-nya sendiri, jika melihat reaksi KPK. Bukan terhadap lembaga antirasuah tersebut. Sebab apa yang telah dihasilkan oleh BPK (baca: LHP) menurut KPK bukanlah sebuah unsur yang masuk ke dalam pidana.

Untuk BPK, ia menghimbau agar terus mempertahankan apa yang telah ditemukannya. Dan untuk mengecek siapa saja saksi ahli atau ahli perkara yang pernah diperiksa KPK. Di sana menurutnya LHP masuk ke bagian dari alat bukti.

“Jika dalam LHP itu ternyata diduga kuat ada kerugian Negara, maka BPK harusnya mempertahankan produknya. Terkait alat bukti coba cek pasal 184 KUHAP. Disana jelas. Khususnya terkait keterangan saksi, keterangan ahli dan bukti surat. Kroscek siapa aja saksi dan ahli perkara ini yang pernah diperiksa KPK. Kalau alat bukti surat, LHP BPK termasuk satu alat bukti,” tutupnya. (Robi/voa-islam.com)


latestnews

View Full Version