JAKARTA (voa-islam.com)- Bicara mengenai tentang penindakan terorisme di Indonesia, lembaga intelijen di TNI, yaitu Badan Intelijen Strategis (BAIS) mempunyai penilaian sendiri. Misalkan saja yang datang dari mantan Kepala BAIS, SB Ponto, dengan menyatakan bahwa teroris di Indonesia itu akan terus ada. Alasannya karena prosedur yang digunakan untuk penindakan terorisme tidak sesuai dengan unsur keadilan yang ada.
Selain itu, lembaga yang menindak pun menurutnya tidak mempunyai peraturan jelas, yang disebut duri dalam melaksanakan “hukuman” bagi teroris tersebut. “Keduanya, BNPT dan BIN itu tidak memiliki UU. Dan mereka meributkan teroris itu. Kemudian cara penanganannya pun harus adil, khususnya untuk korban. Hal ini harus sesuai UU 34 dan UU 15. Bila dasar hukum ini tidak dijalankan, maka teroris tentunya tidak akan pernah selesai,” ucapnya, Jum’at (4/03/2016), di Tebet, Jakarta Selatan.
Mantan Pimpinan BAIS di TNI ini bahkan pernah mendapatkan informasi secara langsung di mana masyarakat itu benar-benar memusuhi aparta kepolisian. “Katanya pada waktu itu ‘Pak, bawa TNI dari sini. Karena kami di sini berurusan dengan polisi, bukan dengan TNI,” kenangnya.
Di lain hal ia menyindir bagaiman saat ini polisi secara perlahan dipersenjatai dengan lengkap. Dan menurutnya, jika hal ini terjadi, maka TNI di Indonesia tidak akan mendapatkan tempat sebagai alat kelengkapan dan pembela Negara.
“Jika hal demikian, akan dikemanakan TNI ini. masak Densus dan polisi akan dipersenjatai melebihi dari TNI,” sesalnya.
Untuk mengurus teroris, ia memberikan pendapat bahwa seharusnya, seperti BNPT atau Densus 88 sebaiknya berkaca terlebih dahulu. Dengan tanpa mengenyampingkan tugas luar, ia menilai hal itu lebih baik daripada di luar akan terjadi uncontrol.
“Untuk selesaikan teroris itu sebaiknya lembaga tersebut berkaca di dalam ruang sendiri daripada ke luar terlebih dahulu. Karena fakta di lapangan itu polisi tidak terkontrol,” tutupnya tegas. (Robi/voa-islam.com)